MENCERMATI FENOMENA LANGKA EKSAKTA TANTANGAN UNTUK DEPDIKBUD
Abstract
Dunia pendidikan kita dewasa ini nampaknya tengah dihadapkan pada satu fenomena yang sudah menjadi semacam "penyakit", ialah Penyakit Langka Eksakta (PLE); sebuah fenomena akademik yang ditandai dengan adanya disbalansi proporsi antara pecinta dan pengembang ilmu eksakta dengan pecinta dan pengembang ilmu non-eksakta.
Menggejalanya fenomena akademik tersebut sangat mudah kita amati. Manakala kita menyempatkan diri, tentu saja dengan seijin "birokrasi", untuk terjun ke sekolah-sekolah menengah maka akan kita dapati kenyataan tentang masih kurangnya jumlah guru bidang studi eksakta; Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi. Pada hal, pada sisi yang lain persediaan guru non-eksakta seringkali lebih dari cukup, untuk tidak mengatakan berlebihan.
Ada contoh konkrit: bila dibanding dengan wilayah propinsi lain maka Daerha Istiwewa Yogyakarta dan Bali kiranya termasuk "kaya" guru SMTA. Pada kedua daerah ini mempunyai rasio tertinggi untuk SMA, ialah 2,6 guru tiap kelas. Bahkan kalau Kepala Sekolah dan Guru Tidak Tetap masuk hitungan maka tahun ini ratio guru kelas di DIY mencapai angka 3,8, artinya tiap kelas rata-rata memiliki 3,8 guru. Bandingkan dengan ratio serupa di Maluku (1), NTB (1), Kalimantan Barat (1,1), Bengkulu (1,2), dsb (data diambil dari beberapa sumber).
Menggejalanya fenomena akademik tersebut sangat mudah kita amati. Manakala kita menyempatkan diri, tentu saja dengan seijin "birokrasi", untuk terjun ke sekolah-sekolah menengah maka akan kita dapati kenyataan tentang masih kurangnya jumlah guru bidang studi eksakta; Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi. Pada hal, pada sisi yang lain persediaan guru non-eksakta seringkali lebih dari cukup, untuk tidak mengatakan berlebihan.
Ada contoh konkrit: bila dibanding dengan wilayah propinsi lain maka Daerha Istiwewa Yogyakarta dan Bali kiranya termasuk "kaya" guru SMTA. Pada kedua daerah ini mempunyai rasio tertinggi untuk SMA, ialah 2,6 guru tiap kelas. Bahkan kalau Kepala Sekolah dan Guru Tidak Tetap masuk hitungan maka tahun ini ratio guru kelas di DIY mencapai angka 3,8, artinya tiap kelas rata-rata memiliki 3,8 guru. Bandingkan dengan ratio serupa di Maluku (1), NTB (1), Kalimantan Barat (1,1), Bengkulu (1,2), dsb (data diambil dari beberapa sumber).