MEMILIH PERGURUAN TINGGI SWASTA KUNCINYA PS3
Abstract
Kancah pendidikan kita kali ini rupanya tengah diwarnai oleh para lulusan SMTA yang sebagian besar (bahkan hampir seluruhnya) berjuang keras untuk menghadapi kompetisi rutin tahunan dalam rangka mendapatkan "kursi emas" di perguruan tinggi. Semua berjuang dan bersaing keras entah dengan lawan, kawan biasa, kawan dekat atau dengan kekasih sekalipun pokoknya sama saja.
Sebagian dari mereka (termasuk orang tuanya) barangkali justru menganggap bahwa moment ini merupakan arena juang antara hidup dan mati. Diterima di perguruan tinggi berarti bisa membuka peluang untuk menjadi sarjana atau cendekiawan, kemudian menjadi ambtenaar kelas tinggi dengan gaji yang banyak dan hidup yang enak, masa depan cerah menyongsong kelak bagi istri dan anak-anak. Sebaliknya tidak diterima di Perguruan Tingi bagaikan terlempar di persada duka. Sekolah buntu, bekerja kaku karena tidak memiliki keterampilan khusus, bagai sebutir garam yang terlempar di lautan tiada sedikitpun berarti bagi dirinya sendiri maupun masyarakat. Terus terang anggapan ini memang tidak benar, tetapi cukup rasional untuk dipertimbangkan.
Kalau kita hitung dengan Teori Probabilitas tentu akan kita dapati bahwa bagi seorang calon mahasiswa mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tidak diterima pada perguruan tinggi, baik di PTN (Perguruan Tinggi Negeri) maupun PTS (Perguruan Tinggi Swasta).
Oleh sebab itu segala cara dilakukan untuk memetik "kursi emas" ini,baik cara-cara modern dan rasional seperti belajar nonstop, belajar dengan media, ikut bimbingan tes atau mendatangkan privator ke rumahnya. Sampai dengan cara-cara primitif tradisional dan konvensi irrasional seperti pergi kepada orang sakti/dukun, dsb., (tentu saja tidak semua calon begitu).