TIGA PENDEKATAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
Abstract
Beberapa hari yang lalu ketika Presiden Soeharto menerima para ulama dari Sulawesi Selatan dan Maluku di Istana Merdeka Jakarta beliau mengingatkan pentingnya pendidikan budi pekerti kepada anak-anak dan generasi muda. Hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil Presiden Try Soetrisno ketika menerima para ulama tersebut di kantornya. Menurut Pak Try akhir-akhir ini semakin banyak bermunculan pihak-pihak yang menyayangkan terjadinya fenomena pengabaian nilai moral dan disiplin di masyarakat. Keadaan yang seperti ini memberi tengara kepada kita semua akan semakin pentingnya pendidikan budi pekerti bagi anak-anak dan generasi muda kita (Suara Pembaruan, 18 Mei 1996).
Apa yang dinyatakan oleh Pak Harto maupun Pak Try tersebut di atas sangatlah penting apabila dikaitkan dengan munculnya berbagai kasus pelanggaran norma dan kaidah sosial di masyarakat akahir-akhir ini;katakanlah misalnya dengan perkelahian atau tawuran pelajar yang kambuh lagi, perkosaan yang dilakukan oleh oknum-oknum generasi muda kita, dan sebagainya.
Munculnya berbagai kasus pelanggaran norma dan kaidah sosial tersebut tentunya dapat dihindari atau setidak-tidaknya diminimalisasi seandainya pendidikan budi pekerti sudah dapat dilaksanakan secara efektif. Memang, kalau dihitung secara statistik barangkali anak-anak dan generasi muda yang melakukan pelanggaran norma dan kaidah sosial tersebut jumlahnya tidak besar; meski demikian perlu kita ingat bahwa hal-hal yang sifatnya "deviant" biasanya dapat memperkeruh suasana walau hanya dilakukan oleh sekelompok kecil oknum.
Anggota masyarakat kita, khususnya orang tua dan guru, hampir semuanya setuju mengenai pentingnya pendidikan budi pekerti; namun demikian harus jujur diakui bahwa banyak diantaranya yang tidak me-ngerti bagaimana metoda dan teknik pendekatannya.
Apa yang dinyatakan oleh Pak Harto maupun Pak Try tersebut di atas sangatlah penting apabila dikaitkan dengan munculnya berbagai kasus pelanggaran norma dan kaidah sosial di masyarakat akahir-akhir ini;katakanlah misalnya dengan perkelahian atau tawuran pelajar yang kambuh lagi, perkosaan yang dilakukan oleh oknum-oknum generasi muda kita, dan sebagainya.
Munculnya berbagai kasus pelanggaran norma dan kaidah sosial tersebut tentunya dapat dihindari atau setidak-tidaknya diminimalisasi seandainya pendidikan budi pekerti sudah dapat dilaksanakan secara efektif. Memang, kalau dihitung secara statistik barangkali anak-anak dan generasi muda yang melakukan pelanggaran norma dan kaidah sosial tersebut jumlahnya tidak besar; meski demikian perlu kita ingat bahwa hal-hal yang sifatnya "deviant" biasanya dapat memperkeruh suasana walau hanya dilakukan oleh sekelompok kecil oknum.
Anggota masyarakat kita, khususnya orang tua dan guru, hampir semuanya setuju mengenai pentingnya pendidikan budi pekerti; namun demikian harus jujur diakui bahwa banyak diantaranya yang tidak me-ngerti bagaimana metoda dan teknik pendekatannya.