MENINGKATNYA POSISI TAWAR MENAWAR GURU
Abstract
Tidak seperti biasanya, guru yang biasanya suka diam dan "nrimo" dalam menghadapi berbagai permasalahan kini sebagiannya sudah mulai berani unjuk gigi, bahkan juga unjuk rasa. Selama ini para guru tidak pernah "ramai-ramai" dalam menyelesaikan segala permasalahan, akan tetapi akhir-akhir ini sebagian sudah berani memperjuangkan nasib dengan cara-cara yang dulu dianggap tabu.
Lirik lagu "Terpujilah wahai engkau, Bapak Ibu guru" dalam syair Hymne Guru selama ini benar-benar telah menabukan metoda serta cara-cara memperjuangkan nasib dirinya dengan mengaplikasi pendekatan tawar menawar (bargaining approach) seperti unjuk rasa dan demonstrasi. Cara-cara seperti ini dianggap tidak terpuji untuk ukuran seorang guru; oleh karena sang guru sudah terlanjur merasa tersanjung sebagai orang yang terpuji.
Keadaan seperti itu berlangsung selama belasan atau bahkan puluhan tahun sehingga apabila ada seorang atau sekelompok guru yang akan berunjuk rasa mereka harus mengalahkan dirinya sendiri lebih dahulu. Dan ini yang sangat sulit dilakukan, akhirnya mereka memilih diam. Jangankan turun ke jalan, ke DPR, atau berkonfrontasi dengan pimpinan ataupun pengambil kebijakan di tingkat atas; sedangkan untuk memunculkan problematika yang dihadapinya saja terkadang tidak memiliki keberanian yang memadai.
Mereka memang mempunyai organisasi profesi, semisal PGRI. Namun demikian kebanyakan guru tidak memiliki akses yang cukup untuk ikut mengambil kebijakan bagi dirinya sendiri. Bahkan, or-ganisasi yang dimilikinya itu di jaman orde baru dulu justru ikut menekan kemerdekaannya. Dengan demikian jarang ada guru yang berani memperjuangkan nasibnya melalui PGRI. Apabila PGRI kini berkinerja lebih baik tentu banyak guru yang bersyukur.