MENYARJANAKAN GURU SEKOLAH DASAR
Abstract
Usaha meningkatkan kualitas pendidikan dasar dengan cara meningkatkan kualifikasi akademik guru sekolah dasar (SD) melalui undang-undang pendidikan rupanya tidak berjalan mulus. Memang banyak anggota masyarakat kita yang mendukung gagasan tersebut namun tidak sedikit anggota masyarakat yang menentangnya.
Seperti diketahui di dalam draft terakhir rancangan undang-undang sistem pendidikan nasional dituliskan secara eksplisit bahwa ke depan guru pendidikan dasar termasuk SD, sekurang-kurangnya berpendidikan sarjana kependidikan (S1). Dalam Pasal 38 rancangan UU dinyatakan eksplisit sbb: "Kualifikasi minimum untuk pendidik pada tingkat pendidikan prasekolah adalah lulusan D2, pada tingkat pendidikan dasar dan menengah ialah lulusan sarjana kependidikan atau lulusan sarjana nonkependidikan ditambah dengan sertifikat akta mengajar dari perguruan tinggi yang terakreditasi".
Latar belakang dicantumkannya pasal mengenai pensarjanaan guru SD tersebut adalah adanya keinginan untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional melalui pendidikan dasar. Sangat kita sadari bahwa guru merupakan kunci keberhasilan pendidikan; karenanya perbaikan kualitas guru menjadi tidak mungkin ditawar lagi. Itulah sebabnya kualitas guru harus menjadi prioritas; adapun metodenya dengan menyarjanakan guru itu sendiri.
Gagasan menyarjanakan guru SD tersebut segera memunculkan respon masyarakat dari yang pro sampai kontra. Kalau di satu sisi menyatakan hal itu merupakan pilihan tepat yang harus ditempuh maka di sisi lainnya menyatakan bahwa matode tersebut terlalu ideal dan kurang mempertimbangkan realitas yang ada di lapangan.