MEMPERJUANGKAN ANGGARAN PENDIDIKAN
Abstract
Seluruh fraksi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam rapat perumusan amandemen keempat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 oleh Panitia Ad. Hoc. (PAH) I Badan Pekerja (BP) MPR, pada akhirnya bersepakat untuk memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk skala nasional dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk skala daerah. Para anggota fraksi nampak-nya dapat menyadari demikian rendahnya kualitas manusia Indonesia sehingga untuk meningkatkannya diperlukan anggaran yang layak bagi penyelenggaraan pendidikan nasional.
Terhadap "kesepakatan" fraksi MPR tersebut pada satu sisi kita pantas merasa senang dan berbangga hati akan tetapi pada sisi yang lain dan dalam waktu yang bersamaan kita patut untuk merasa prihatin dan sekaligus bersedih hati.
Kita pantas merasa senang dan berbangga hati karena para pemimpin negeri yang duduk di lembaga MPR mempunyai kepedulian untuk membangun bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; dan untuk mutu diperlukan anggaran yang memadai. Pada sisi yang lain kita patut merasa prihatin dan bersedih hati karena kesepakatan mematok angka 20 persen bagi anggaran pendidikan di Indonesia, baik di pusat maupun di daerah, mencerminkan adanya semangat yang berlebihan dan kurang paham akan realitas.
Seperti telah diduga sebelumnya, penempatan angka 20 per-sen dalam formulasi (amandemen) UUD ternyata telah menimbulkan banyak perdebatan di kalangan masyarakat luas, termasuk polemik di antara para pengamat, praktisi dan pakar pendidikan.