KETERBUKAAN PAK TRY SUTRISNO

Ki Supriyoko

Abstract


       Pada suatu waktu kami bertemu Pak Try Sutrisno di sebuah acara pendidikan dan kebudayaan. Waktu itu beliau "masih" menjadi Pangab, belum menjadi wakil presiden seperti sekarang ini.  Salah satu pesan beliau yang selalu saya ingat adalah mengenai keterbukaan.

 

       Pak Try bertanya pada saya apakah pernah  melihat strip-tease. Kebetulan saya pernah hidup di manca negara waktu itu, baik di negara-negara Asia maupun Eropa; jadi kepada beliau saya katakan sudah pernah melihat melalui pengalaman hidup di negeri orang tersebut.  Lebih lanjut Pak Try bertanya  apakah saya pernah melihat penari Jawa Timur atau Bali yang suka memakai "kemben" kalau sedang menampilkan kemampuan seninya. Saya menjawab sudah; bah-kan dapat menyebutkan beberapa jenis tarian Jawa Timuran dan Bali yang pernah dan sering saya nikmati.

 

       Apakah yang bisa dipetik hikmahnya dari kasus dua kultur itu? Kali ini saya menjadi "bengong" karena tidak mengerti apa yang dimaksud oleh beliau.

 

       Akhirnya Pak Try menjelaskan makna filosofis yang terkandung di dalam kasus dua kultur itu tentang ada dan tidak adanya rambu-rambu pembatas keterbukaan yang menja di garis etik-kultural bangsa. Artinya kalau keterbukaan itu melampaui garis etik-kultural maka keterbukaan itu pada akhirnya tidak akan bermanfaat; bahkan bisa berubah menjadi boomerang bagi kita. Barulah saya mulai mengerti maksud Pak Try;dan Ki Suratman (Tamansiswa) yang berdiri di samping saya sempat manthuk-manthuk tanda setuju. Le-bih lanjut Pak Try berpesan,hendaknya kita mengembangkan keterbukaan tanpa melampaui garis etik-kultural.


Full Text:

PDF
Amikom Web Archives