MEMPRIHATINKAN SEKOLAH "KEKERINGAN"
Abstract
Kesan pertama pada waktu mengadakan observasi di sekolah-sekolah pada minggu pertama memasuki tahun ajaran baru 1991/1992 adalah munculnya beberapa sekolah yang "kekeringan" karena tidak berhasil memperoleh siswa baru dalam jumlah yang cukup. Di beberapa daerah atau wilayah terdapat sekolah yang hanya mendapatkan siswa baru tidak lebih dari 10 orang; bahkan ada sekolah yang hanya mampu menggaet 4 siswa baru saja.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ada beberapa SD tidak memperoleh siswa baru dalam jumlah yang pantas; kalau diidentifikasi barangkali ada belasan -atau lebih- SD yang siswa barunya tidak lebih dari 10 anak. Di wila-yah ini juga terdapat SMTA yang siswa barunya tak lebih dari 5 orang. Sungguh memprihatinkan!
Apabila kita mengadakan observasi di dalam kancah yang lebih luas dan populasi yang lebih besar sebenarnyafenomena seperti itu telah menjangkiti beberapa propinsi sekaligus, tak terkecuali Jawa Tengah. Tahun ajaran baru kali ini rasanya membuat "pusing" para kepala sekolah serta pengelola yayasan pendidikan; masalahnya berkaitan dengan eksistensi lembaga pendidikan yang dikelolanya. Minimnya jumlah siswa mengait langsung masalah efisiensi penyelenggaraan; dan masalah efisiensi ini mengait lang-sung masalah eksistensi. Beberapa SD di Jawa Tengah ter-paksa ditutup karena jumlah siswanya yang teramat minim; beberapa SD di wilayah lain pun konon banyak yang sedang dipertimbangkan ditutup dengan alasan yang sama.