BISNIS KAUM GASSAN (1)

Mohammad Suyanto

Abstract


Kaum Gassan atau Bani Gassan (Gassanids) merupakan selompok suku Arab Selatan kuno yang bermigrasi dari Yaman ke Hauran dan al Baqa di selatan Syiria dan Yordania, ketika bendunga Ma’rib jebol pada abad ketiga masehi. Suku dari Yaman ini menggantikan keturunan Saleh, orang Arab pertama yang mendirikan kerajaan di Suriah, dan memantapkan keberatan mereka di sebelah tetangga Damaskus ujung utara rute perjalanan utama yang menghubungkan Ma’rib dengan Damaskus. Sedikit demi sedikit, seiring berlalunya waktu, Banu Gassan menjadi bangsa Suriah. Mereka juga mengadopsi bahasa Aramaik yang merupakan bahasa bangsa Suriah tanpa meninggalkan bahasa Arab yang menjadi bahasa asli mereka. Seperti halnya suku-suku Arab lainnya di daerah Bulan Sabit Subur, mereka menguasai dua bahasa sekaligus. Sekitar akhir abad kelima, mereka menjadi bagian dari kekuasan politik Bizantium, dan digunakan sebagai tameng untuk membendung serangan orang-orang Badui, posisinya mirip dengan Yordania di bawah kekuasaan Inggris. Karena lokasinya strategis, sebagai rute perdagangan rempah-rempah dari Arab Selatan, maka kaum Gassan mencapai kemakmuran. Disamping itu kaum Gassan bertindak sebagai sumber dari pasukan Bizantium.

Pada mulanya, Ibu kota mereka berupa perkemahan yang bisa berpindah-pindah, kemudian mereka menjadikan al-Jabiyah di Dataran Tinggi Golan, sebagai ibu kota tetap mereka, meski kadang-kadang pindah ke Jlliq. Secara geografis kerajaan Gassan mencakup Syiria, Palestina dan Hijaz Utara yang berbatasan dengan Yathrib (Medinah). Gassan merupakan kerajaan Arab yang dikenal sebagai jajahan dari Kekaisaran Bizantium pada abad ke enam. Kaum Tadmur (Palmyra) di utara, kaum Nabasia di selatan, kaum Ghassan di tengah-tengah antara keduanya.

Kerajaan Gassan mencapai kejayaannya selama abad keenam Masehi. Pada abad ini, al-Harits II, Ibn Jabalah dari Gassan (sekitar 529-569 M.) dan al-Mundzir III, Ibn Ma’ al-Sama’ dari Hirah (Alamundarus, w 554 M) mendominasi sejarah Arab Al-Harits ini (yang dijuluki al-A’raj, si cacat oleh para penutur sejarah Arab) adalah nama pertama yang paling otentik dan sejauh ini dianggap sebagai nama paling kondang dalam catatan sejarah Jafna. Sejarah tentangnya bisa dibandingkan dengan berbagai rujukan dari Yunani. Sebagai hadiah atas keberhasilannya mengalahkan musuh besarnya dari kerajaan Lakhmi, al-Mundlir III, Raja Bizantium, Justine melantiknya (529) sebagai penguasa atas seluruh suku Arab di Suriah, dan mengangkatnya sebagai patrik dan raja kecil jabatan tertinggi setelah raja. Dalam bahasa Arab, gelar itu sama dengan malik, raja. Pada 563, al-Harits melakukan kunjungan ke istana Justine I di Konstantinopel. Kedatangan raja kecil badui ini meninggalkan kesan yang mendalam di hati pengiring raja. Ketika berada di Konstantinopel, ia membuat kesepakatan rahasia dengan sukup Monofisir, Jacob Baradeus (Ya’qub al-Barda’i) dari Edessa Jacob sangat bersemangat menyebutkan keyakinannya sehingga gereja Monofisir Suriah dikenal dengan namanya, Gerja Yakobus.


Amikom Web Archives