BISNIS ORANG SABA’ (2)
Abstract
Pada periode kedua (610 – 115 SM), penguasa mulai menghilangkan karakteristik kependetaannya. Ibukota Saba’, Sharwah dipindahkan ke Ma’rib.
Kotan Ma’rib yang berjaraki sekitar 100 km di sebelah timur San’a. Kota Ma’rib merupakan kota titik temu berbagai rute perjalanan dagang yang menghubungkan negeri-negeri penghasil wewangian dengan pelabuhan-pelabuhan di Mediterania terutama Gazza. Kota ini terkenal karena bendungan Saad Ma’rib, disamping tiga benteng yang dibangun pada periode ini. Sarana publik yang dibangun orang Saba’ ini menunjukkan bahwa orang Saba’ merupakan masyarakat yang cinta damai yang sangat maju, baik dalam bidang perdagangan maupun di bidang teknik. Ada beberapa bagian yang dibangun pada periode pertama. Sumhu’alay Yanuf dan putranya Yatsa’amar Bayyin disebutkan sebagai pembangun utama bendungan Ma’rib. Al-Mas’udi, al-Ishfahani dan Yaqu menyatakan bahwa yang membangun adalah Luqman ibn ‘Ad. Bendungan ini dipugar pada masa Abrahah dari Abissinia (543 M) dan Sharahbi Il Ya’fur (449-450 M).
Sejak 115 SM wilayah tersebut jatuh di tangan suku Himyar, yang berasal dari dataran tinggi sebelah barat daya dan Himyar memindahkan ibukota Ma’rib menjadi Zhafar, sekitar 160 km timur laut Mukha di atas jalan menuju San’a. Meskipun peradabannya adalah Himyar, tetapi sebutan rajanya adalah raja Saba dan Dzu Raydan yang kemudian dikenal dengan sebutan Qataban. Orang Himyar menjadi pewaris budaya dan perdagangan Saba-Minea. Pada masa tersebut tampak tanda-tanda keruntuhan. Perdagangan mereka mengalami kegagalan besar karena pengaruh dari perdagangan Nabasia (Anbat) di sebelah utara Hijaz. Sedangkan perdagangan laut dikuasai Romawi setelah membentangkan kekuasaannya ke Mesir, Suriah dan sebelah utara Hijaz. Persaingan antar kabilah juga memperburuk suasana perdagangan. Pada masa tersebut sering dilanda kerusuhan, perang saudara, kudeta, sehingga mereka menjadi sasaran bagi negara lain untuk merampas kemerdekaan mereka. Selain agama Kristen, muncul pula agama Yahudi. Persaingan kedua agama tersebut juga memicu munculnya kekerasan. Raja Himyar terakhir, Dzu Nuwas yang memeluk agama Yahudi memaksa orang Kristen Najran untuk berpindah agama. Karena mereka menolak, akhirnya merekadimasukkan dalam parit dan dibakar, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an, Surat Al-Buruuj, ayat 4-7. :
Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar. Ketika mereka duduk disekitarnya. Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang beriman.
Akhirnya diduki oleh Abrahah dari Abessinia dan puncaknya diberikan cobaan banjir, karena mereka sudah sangat kafir. Firman Allah dalam Al-Qur’an, Surat Saba’ ayat 16-17 :
Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.
Demikian Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.