MENYIKAPI BENCANA

Mohammad Suyanto

Abstract


Bencana dapat pula menjadi pelajaran yang dapat membawa kesuksesan bisnis. Salah satu yang dapat mengambil pelajaran dari bencana adalah Soichiro Honda. Pada 1922, ia sudah harus keluar dari sekolah untuk bergumul dengan penderitaan. Ia hanya mengenyam pendidikan selama delapan tahun. Anak yang baru berusia 15 tahun dari kota kecil, merasa bangga dengan memperbaiki 10 mobil pada saat ramai. Ia diangkat sebagai asisten mekanik, tetapi pekerjaannya kadang-kadang sebagai "baby-sitter" anak laki-laki pemilik bengkel tersebut. Honda bermimpi untuk menjadi ahli mekanik mobil dan ia tidak pernah mendapat kesempatan itu..  Ia kemudian minta ijin untuk pulang jika tidak dijadikan mekanik, kemudian mengemasi tasnya dan keluar dari pekerjaannya dan meninggalkan kota besar. Ia tidak hanya pasrah tetapi berusaha dan bekerja keras untuk dapat menggapai mimpinya. Enam bulan kemudian, setelah terjadi bencana, bengkelnya membutuhkannya karena beberapa mekaniknya tidak kembali lagi, ia dipanggil untuk membantu memperbaiki mobil, akhirnya terbuka peluang baginya untuk meraih mimpinya tersebut. Iapun akhirnya melanjutkan sekolah.

Seperti halnya negara lain, Jepang dihantam depresi besar pada tahun 1930 -an. Pada tahun 1938, Soichiro Honda masih sekolah, ketika memulai membuka bengkel dan mengembangkan konsep piston berbentuk cincin. Ia berencana untuk menawarkan idenya kepada Toyota   Ia bekerja siang dan malam, bahkan sering tidur di bengkel. Ia selalu percaya bahwa ia dapat menyempurnakan rancangan dan memproduksi suatu produk yang bermanfaat. Untuk memulai usaha menggunakan modal berupa perhiasan dari istrinya. Ketika rancangan tersebut dibuat sempel dan ditawarkan kepada Toyota, piston tersebut tidak memenuhi standar. Para teknisi mentertawakan rancangannya. Meskipun gagal, ia tetap kukuh pada pendiriannya dan belajar dari kegagalannya. Setelah dua tahun lebih bertahan dan merancang ulang, akhirnya memenangkan kontrak dari Toyota. Kemudian Soichiro Honda membangun pabrik untuk memenuhi permintaan Toyota. Tetapi pabriknya di bom dua kali semasa perang sehingga menjadi berantakan. Ia tetap gigih untuk mewujudkan impiannya untuk mendirikan pabrik, tetapi sekali lagi pabriknya dihancurkan oleh gempa bumi yang dahsyat. Ia memang tidak pernah lepas dari bencana.

Setelah selesai perang, terjadi kekurangan bahan bakar , memaksa orang-orang untuk berjalan atau menggunakan sepeda. Honda membuat mesin kecil dan dapat dipasang di sepeda, tetapi kesulitan material, sehingga tidak memenuhi permintaan. Honda menulis surat kepada 18.000 pemilik toko sepeda, tetapi hasilnya hanya memperoleh uang yang sedikit. Meskipun demikian, dengan uang seadanya tersebut, ia membuat mesin kecil untuk sepeda. Pada model pertama, memakan tempat agar dapat bekerja secara baik, maka ia mengembangkan dan mengadaptasi terus-menerus sampai akhirnya menghasilkan mesin yang kecil. ‘The Super Cub” menjadi kenyataan dan meraih sukses. Sukses di Jepang, Honda mulai mengekspor ke Eropa dan Amerika

Pada 1970-an terjadi kelangkaan bahan bakar, maka di Amerika berpindah dari kendaraan besar ke kendaraan yang lebih kecil. Honda dengan cepat menangkap tren ini. Sekarang, Honda Corporation mempunyai karyawan lebih dari 100.000 orang di Amerika dan Jepang, membawahi 43 perusahaan di 28 negara, yang merupakan salah satu perusahaan kendaraan terbesar di dunia dan menjadi perusahaan peringkat 26 yang paling mengagumkan dunia pada tahun 2003. ”Yang dilihat orang pada kesuksesan saya hanya 1 %,  tetapi apa yang tidak mereka lihat 99 %, yaitu kegagalan-kegagalan saya” kata Soichiro Honda. Bencana membawanya pada kesuksesan dalam dunia bisnis. Menyikapi bencana dengan kesabaran merupakan awal dari kesuksesan. Barang siapa bersabar dan mengembalikan bahwa kita milik Allah jika ditimpa musibah, maka Allah kelak akan meletakkan pada surga yang paling Allah sukai.


Amikom Web Archives