STRATEGI FAKTOR KELEKATAN

Mohammad Suyanto

Abstract


Strategi yang telah terbukti bahwa suatu produk dapat mencapai popularitas tertentu disebut tipping point. Salah satu unsur dari strategi tersebut adalah faktor kelekatan. Di sekitar penghujung tahun 1960 an , seorang produser televisi bernama Joan Gantz Cooney berniat memicu sebuah epidemic. Sasarannya adalah anak-anak berusia tiga, empat, dan lima tahun

Agen penginfeksinya adalah televisi, sedangkan ”virus” yang ingin disebarluaskan olehnya adalah kemahiran membaca dan menulis. Tiap pertunjukan akan memakan waktu satu jam dan diputar selama lima hari dalam seminggu, dengan harapan bahwa jika perdalam dunia pendidikan: yang akan memberikan rangsangan kepada anak-anak, terlebih di lingkungan- lingkungan kurang beruntung, untuk mulai belajar menjelang memasuki usia sekolah dasar, menyebarluaskan nilai-nilai prolearning dari anak-anak dan orangtua mereka, dan menjadikan dampaknya tetap terasa kendati si anak sudah tidak menonton pertunjukan itu lagi. Cooney sendiri dahulu mungkin tidak menggunakan konsep-konsep di atas atau menguraikan sasaran-sasarannya seperti ini. Akan tetapi yang ingin diperbuatnya, pada intinya, adalah menciptakan suatu epidemic positif guna memerangi epidemic yang telah berkecamuk jauh lebih lama, kemiskinan dan buta aksara. Ia menyebut gagasannya Sesame Street. Dengan tolok ukur manapun, gagasan ini sesuatu yang hampir mustahil. Televisi memang media yang hebat untuk menjangkau banyak orang, sangat mudah, dan relatif murah. Fungsinya sebagai media hiburan tidak perlu dipertanyakan lagi. Akan sebagai media pendidikan?

Tantangannya seberat memindahkan gunung. Gerald Lesser, seorang psikolog dari Harvard University yang kemudian bergabung dengan Cooney ketika mendirikan Sesame Street , mengatakan bahwa pada awalnya ia kurang yakin ketika diajak bergabung dalam proyek itu, sekitar tahun 1960 an. ”Waktu itu saya sangat berpegang pada prinsip bahwa untuk menentukan cara mengajar seorang anak kita perlu kenal dahulu dengan si anak, ”katanya.” Kita mencari tahu dahulu kekuatan yang dimilikinya, maka kita dapat bermain dengan kekuatan itu. Kita juga perlu mencari tahu kelemahan-kelemahannya, sehingga kita dapat menghindari titik lemah tersebut. Selanjutnya tiap anak perlu ditangani secara individu melalui profil masing-masing yang bisa saling berbeda. Televisi tidak memiliki kemampuan menerapkan metode tersebut.” Mengajar yang baik adalah mengajar dengan cara interaktif. Mengajar yang baik adalah melibatkan anak secara individu. Mengajar yang baik memanfaatkan semua indra yang ada. Mengajar yang baik memberikan tanggapan langsung kepada anak. Akan tetapi televisi hanya sebuah kotak yang bisa bicara. Dalam sejumlah eksperimen, anak-anak yang diminta membaca satu bab dari sebuah buku kemudian diuji untuk mengukur pemahaman mereka atas informasi di dalamnya menghasilkan skor lebih tinggi dibanding anak-anak yang mempelajari informasi serupa melalui sebuah tayangan video. Para pakar pendidikan memandang televisi sebagai media yang low involvement.. Televisi seperti sejenis penyakit pilek yang dapat menyebar secepat kilat ke banyak orang tetapi sakit mereka tidak parah dan keesokan harinya langsung sembuh.

Akan tetapi Joan Gantz Cooney, Gerald Lesser, dan seorang mitra lagi Lloyd Morrisett dari Markle Foundation di New York bertekad untuk tetap mencoba. Mereka merekrut orang-orang paling kreatif yang ada pada masa itu. Mereka meniru teknik-teknik dari iklan-iklan televise untuk memperkenalkan bilangan kepada anak-anak. Mereka menggunakan animasi hidup ala kartun-kartun di surat kabar Sabtu untuk mengajarkan cara belajar alfabet. Mereka mengundang selebriti untuk bernyanyi dan berdansa, juga bintang komedi untuk mengajarkan manfaat kerja sama atau bicara soal emosi. Sesame Street memasang sasaran lebih tinggi melakukan upaya lebih keras daripada pertunjukan kanak-kanak lain yang pernah ada, maka yang istimewa dalam hal ini adalah karena ternyata kerja keras mereka berhasil. Hampir setiap kali nilai edukasi dalam pertunjukan ini diselidiki dan Sesame street telah menjadi acara televise paling mendapatkan sorotan akademik selama sejarah pertelevisian dibaning pertunjukkan televisi lain. Lebih dari itu, acara televisi ini terbukti telah meningkatkan ketrampilan membaca dan ketrampilan belajar pada para pemerhatinya. Tinggal sedikit pendidik dan psikolog anak yang meragukan kemapuan pertunjukkan tersebut dalam menyebarkan pesan-pesan pendidikan, karena yang tertular ternyata tidak hanya anak-anak dan orangtua yang secara teratur menyaksikannya.

Amikom Web Archives