DIY PALING SIAP MENYONGSONG WAJIB BELAJAR SMTP
Abstract
Sebagaimana yang telah "diinstruksikan" oleh GBHN Tahun 1988 maka sekarang ini pemerintah tengah berusaha keras agar pada akhir Pelita V nanti dapat merealisasikan cita-cita nasional, yaitu melaksanakan wajib belajar (wajar) pada jenjang SMTP, sekolah menengah tingkat pertama, di seluruh Indonesia.
Salah satu persyaratan akademis untuk dapat dilaksanakannya wajar tersebut adalah daya tampung SMTP itu sendiri sudah mendekati angka ideal; secara teoretis di atas angka 90%. Hal ini berarti bahwa pemerintah (bersama-sama masyarakat) setidak-tidaknya telah mampu menyediakan lebih dari 90 kursi belajar dari setiap 100 lulusan sekolah dasar.
Mengapa persyaratan daya tampung tersebut menjadi begitu mengikat? Atau, apakah persyaratan daya tampung tersebut tidak dapat dihindari?
Sampai saat ini nampaknya memang belum ada aturan atau hukum internasional yang mengeksplisitkan persyaratan daya tampung tersebut, apalagi yang menyebut-nyebut angka 90%; akan tetapi menurut etika akademik maka setiap birokrasi pemerintah yang "berani" mewajib-belajarkan rakyatnya maka kepada mereka dituntut menyediakan sarana dan fasilitas belajar yang memadai.
Tentang hal tersebut di atas kita bisa melihatnya di Jepang, Amerika Serikat, atau negara-negara lain yang telah mewajib-belajarkan rakyatnya; meski sampai jenjang pendidikan yang berbeda-beda.
Salah satu persyaratan akademis untuk dapat dilaksanakannya wajar tersebut adalah daya tampung SMTP itu sendiri sudah mendekati angka ideal; secara teoretis di atas angka 90%. Hal ini berarti bahwa pemerintah (bersama-sama masyarakat) setidak-tidaknya telah mampu menyediakan lebih dari 90 kursi belajar dari setiap 100 lulusan sekolah dasar.
Mengapa persyaratan daya tampung tersebut menjadi begitu mengikat? Atau, apakah persyaratan daya tampung tersebut tidak dapat dihindari?
Sampai saat ini nampaknya memang belum ada aturan atau hukum internasional yang mengeksplisitkan persyaratan daya tampung tersebut, apalagi yang menyebut-nyebut angka 90%; akan tetapi menurut etika akademik maka setiap birokrasi pemerintah yang "berani" mewajib-belajarkan rakyatnya maka kepada mereka dituntut menyediakan sarana dan fasilitas belajar yang memadai.
Tentang hal tersebut di atas kita bisa melihatnya di Jepang, Amerika Serikat, atau negara-negara lain yang telah mewajib-belajarkan rakyatnya; meski sampai jenjang pendidikan yang berbeda-beda.