MENYELAMATKAN SEKOLAH KEJURUAN
Abstract
Salah satu tradisi pendidikan yang dipertahankan di negara kita sejak jaman kolonial dulu adalah diterapkannya sistem dikotomi sekolah; ialah dengan membentangkan seutas "benang merah" diantara sekolah umum (academic school) dan sekolah kejuruan (vocational school).
Secara konsepsional sekolah umum bertugas menyi-apkan para lulusan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sedangkan sekolah kejuruan bertugas menyiapkan para lulusannya untuk dapat langsung memasuki dunia kerja.
Dengan diterapkannya sistem dikotomi sekolah ini maka disiplin dan kualifikasi tenaga kerja sebagai pro-duk lembaga pendidikan akan dapat lebih diperjelas. Sekolah kejuruan akan memproduksi "tenaga kerja trampil menengah" (middle skilled worker), sedangkan sekolah u-mum akan memproduksi lulusan yang dipersiapkan menjadi "tenaga kerja trampil tinggi" (upper skilled worker) dan"tenaga kerja ahli" (professional) melalui pendidikan lanjutan. Sedangkan melalui pendekatan kuantitatif dapat ditentukan proporsi tenaga kerja dengan berbagai disi-plin dan kualifikasinya yang dapat dan harus diproduksi oleh lembaga pendidikan.
Negara kita yang tengah memasuki era pembangunan ini memang sangat membutuhkan tenaga kerja dari berbagai disiplin dan kualifikasi, sehingga memang sangat beralasan untuk mempertahankan sistem dikotomi sekolah ini. Meskipun dalam pelaksanaannya sistem ini banyak menga-lami romantika akademis yang penuh dengan "ganjalan".
Secara konsepsional sekolah umum bertugas menyi-apkan para lulusan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sedangkan sekolah kejuruan bertugas menyiapkan para lulusannya untuk dapat langsung memasuki dunia kerja.
Dengan diterapkannya sistem dikotomi sekolah ini maka disiplin dan kualifikasi tenaga kerja sebagai pro-duk lembaga pendidikan akan dapat lebih diperjelas. Sekolah kejuruan akan memproduksi "tenaga kerja trampil menengah" (middle skilled worker), sedangkan sekolah u-mum akan memproduksi lulusan yang dipersiapkan menjadi "tenaga kerja trampil tinggi" (upper skilled worker) dan"tenaga kerja ahli" (professional) melalui pendidikan lanjutan. Sedangkan melalui pendekatan kuantitatif dapat ditentukan proporsi tenaga kerja dengan berbagai disi-plin dan kualifikasinya yang dapat dan harus diproduksi oleh lembaga pendidikan.
Negara kita yang tengah memasuki era pembangunan ini memang sangat membutuhkan tenaga kerja dari berbagai disiplin dan kualifikasi, sehingga memang sangat beralasan untuk mempertahankan sistem dikotomi sekolah ini. Meskipun dalam pelaksanaannya sistem ini banyak menga-lami romantika akademis yang penuh dengan "ganjalan".