KONSEP DESENTRALISASI KURIKULUM KURANG EFEKTIF BAGI NEGARA KITA
Abstract
Masalah kurikulum kini mengorbit kembali. Kurikulum yang dapat diibaratkan sebagai "jalan" yang harus dilalui untuk menuju suatu tujuan, dan merupakan bagian yang sangat dominan dalam kompleksitas pendidikan di negara kita kembali mendapat sorotan yang cukup tajam dari para cendekiawan, khususnya para ahli pendidikan.
Baru-baru ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kita, Prof. Dr. Fuad Hassan, mengemukakan bahwa mustahil membuat satu kurikulum yang baku bagi seluruh Indonesia. Selain nampaknya kurang baik dibidang kependudukan, dana, sarana dan prasarana, daerah-daerah pun tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri. Yang pada akhirnya daerah-daerah akan ditinggalkan oleh penduduk usia produktif. Seharusnya daerah diberi kesempatan untuk mengembangkan wilayahnya lewat kesempatan dalam kurikulum.
Memang benar seperti apa yang dikemukakan oleh Mendikbud tersebut, secara tersirat aktivitas pembangunan daerah jangka panjang secara tidak langsung dapat terprogramkan melalui kurikulum. Kenapa? Karena hasil didik dari lembaga pendidikan (sebagai "pemakai kurikulum") adalah merupakan calon-calon pembangun daerah yang sangat potensial!
Yang menjadi masalah sekarang adalah, benarkah kita tidak mungkin membuat kurikulum baku yang berlaku untuk seluruh Indonesia (sistem sentralisasi)? Ataukah kita harus membuat kurikulum-kurikulum per daerah yang materinya merupakan refleksi dari kebutuhan masing-masing daerah (sistem desentralisasi)?
Baru-baru ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kita, Prof. Dr. Fuad Hassan, mengemukakan bahwa mustahil membuat satu kurikulum yang baku bagi seluruh Indonesia. Selain nampaknya kurang baik dibidang kependudukan, dana, sarana dan prasarana, daerah-daerah pun tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri. Yang pada akhirnya daerah-daerah akan ditinggalkan oleh penduduk usia produktif. Seharusnya daerah diberi kesempatan untuk mengembangkan wilayahnya lewat kesempatan dalam kurikulum.
Memang benar seperti apa yang dikemukakan oleh Mendikbud tersebut, secara tersirat aktivitas pembangunan daerah jangka panjang secara tidak langsung dapat terprogramkan melalui kurikulum. Kenapa? Karena hasil didik dari lembaga pendidikan (sebagai "pemakai kurikulum") adalah merupakan calon-calon pembangun daerah yang sangat potensial!
Yang menjadi masalah sekarang adalah, benarkah kita tidak mungkin membuat kurikulum baku yang berlaku untuk seluruh Indonesia (sistem sentralisasi)? Ataukah kita harus membuat kurikulum-kurikulum per daerah yang materinya merupakan refleksi dari kebutuhan masing-masing daerah (sistem desentralisasi)?