WAJIB BELAJAR DAN KECEMASAN SWASTA
Abstract
Seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya maka setiap tanggal 2 Mei para siswa, guru, serta bangsa Indonesia pada umumnya memperingati Hari Pendidikan Na-sional (Hardiknas). Tanggal 2 Mei 1994 kali ini pun juga demikian; meskipun begitu ada yang membedakan peringatan Hardiknas kali ini dengan tahun-tahun sebelumnya karena bersamaan dengan peringatan Hardiknas tahun ini Presiden Soeharto berkenan mencanangkan program pendidikan yang akan menjadi tonggak kemajuan bangsa Indonesia, yaitu Wa jib Belajar Pendidikan Dasar (WBPD).
Bagi bangsa Indonesia, momentum pencanangan WBPD memang bukan pengalaman pertama karena sepuluh tahun la-lu, tepatnya 2 Mei 1984, kita juga pernah mempunyai pe-ngalaman yang sama. Waktu itu Presiden Soeharto berkenan mencanangkan program Wajib Belajar Sekolah Dasar (WBSD). Dalam perjalanan WBSD di akhir tahun yang kesepuluh ini nampaknya banyak keberhasilan yang telah diraih; antara lain jumlah anak usia SD (7-12 tahun) yang tidak sekolah dari tahun ke tahun bisa ditekan, pada sisi yang lainnyakesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya paling tidak sampai tamat SD juga semakin nyata.
Berbeda dengan WBSD yang sasarannya anak usia SD maka WBPD sasarannya ialah anak usia SLTP (13-15 tahun). Jadi esensi WBPD adalah "mewajibkan" anak-anak usia SLTP untuk segera "belajar". Adapun konotasi "belajar" dalam hal ini tidak terbatas pada pengertian bersekolah secara konvensional, namun boleh juga mengikuti program-program ekuivalensinya; misalnya mengikuti Kejar Paket B, pesan-tren "modern", SMP Terbuka, dan sebagainya.