BILA SISWA MOGOK BELAJAR
Abstract
Kalau siswa dapat melakukan aksi mogok belajar, mengapa kami yang guru ini tidak dapat melakukan mogok mengajar. Bukankah aksi mogok itu tidak menjadi hak mutlak para siswa; pekerja/buruh, sopir, karyawan dan bahkan penumpang angkutan kota pun dapat dan pernah melakukan aksi mogok, kenapa kami yang guru ini tidak sesekali juga melakukan aksi mogok. Barangkali saja demikianlah pikiran beberapa orang guru di suatu sekolah yang baru-baru ini melakukan aksi mogok mengajar. Mereka tidak datang di sekolah secara bersamaan dan tentu saja tidak melakukan aktivitas mengajar.
Seperti kita ketahui baru-baru ini banyak siswa dari berbagai se-kolah di Jakarta melakukan aksi mogok belajar. Pasalnya banyak, di antaranya menyangkut masalah sumbangan pendidikan yang ditimpakan kepada para siswa atau orang tuanya.
Sebagian siswa menganggap bahwa sumbangan pendidikan yang ditetapkan pihak sekolah atau pengurus BP3 tersebut terlalu tinggi bila dibandingkan dengan pelayanan sekolah. Disisi lain mereka mengang-gap bahwa manajemen keuangan sekolah kurang transparan. Keadaan yang demikian ini menjadi "pasal" bagi siswa untuk melakukan aksi protes, demonstrasi, bahkan sampai aksi mogok belajar.
Apabila beberapa waktu yang lalu Presiden Soeharto melalui Pak Wardiman selaku menteri pendidikan mengingatkan agar pimpinan se-kolah hati-hati dalam menarik sumbangan pendidikan dari orang tua siswa, di samping sumbangan pendidikan tersebut harus dilakukan di atas prinsip kesukarelaan, kiranya hal itu tidak dapat dilepaskan dari munculnya berbagai kasus mogok belajar siswa tersebut di atas. Kalau kita mau jujur sampai sekarang pun masih banyak pimpinan sekolah dan/atau pengurus BP3 yang memasang angka sumbangan pendidikan terlalu tinggi bagi orang tua.
Seperti kita ketahui baru-baru ini banyak siswa dari berbagai se-kolah di Jakarta melakukan aksi mogok belajar. Pasalnya banyak, di antaranya menyangkut masalah sumbangan pendidikan yang ditimpakan kepada para siswa atau orang tuanya.
Sebagian siswa menganggap bahwa sumbangan pendidikan yang ditetapkan pihak sekolah atau pengurus BP3 tersebut terlalu tinggi bila dibandingkan dengan pelayanan sekolah. Disisi lain mereka mengang-gap bahwa manajemen keuangan sekolah kurang transparan. Keadaan yang demikian ini menjadi "pasal" bagi siswa untuk melakukan aksi protes, demonstrasi, bahkan sampai aksi mogok belajar.
Apabila beberapa waktu yang lalu Presiden Soeharto melalui Pak Wardiman selaku menteri pendidikan mengingatkan agar pimpinan se-kolah hati-hati dalam menarik sumbangan pendidikan dari orang tua siswa, di samping sumbangan pendidikan tersebut harus dilakukan di atas prinsip kesukarelaan, kiranya hal itu tidak dapat dilepaskan dari munculnya berbagai kasus mogok belajar siswa tersebut di atas. Kalau kita mau jujur sampai sekarang pun masih banyak pimpinan sekolah dan/atau pengurus BP3 yang memasang angka sumbangan pendidikan terlalu tinggi bagi orang tua.