POSISI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
Abstract
Ulasan kritis seorang guru besar sahabat saya, S. Hamid Hasan, tentang makin pentingnya pendidikan budi pekerti kepada para siswa di sekolah sangat penting untuk disimak. Dari ulasan tersebut kita bisa menarik berbagai pemikiran yang terlontar sembari membandingkan pengalaman kita masing-masing di dalam menghadapi dinamika anak didik setiap harinya (baca S. Hamid Hasan, "Kurikulum dan Pen-didikan Budi Pekerti", Pikiran Rakyat: 29 Agustus 1996).
Dari ulasan pada tulisan tersebut setidak-tidaknya ada dua bagian penting yang ingin dikomunikasi. Pertama, adanya hubungan kausal tentang kurangnya pendidikan budi pekerti dengan munculnya kejahat-an di masyarakat. Dalam hal ini Pak Hamid mencoba melukiskan ter-jadinya berbagai kasus perkelahian, sodomi, perkosaan sampai dengan pembunuhan, baik yang terjadi di negara kita maupun negara manca. Itu semua merupakan akibat dari pendidikan budi pekerti yang kurang berjalan optimal. Dari ilustrasi ini selanjutnya ditekankan pentingnya pendidikan budi pekerti bagi remaja kita, utamanya remaja sekolah.
Bagian kedua ulasan Pak Hamid mendeskripsi demikian saratnya beban kurikulum sekolah kita sehingga kurang memungkinkan penam-bahan mata palajaran Budi Pekerti. Mengenai hal ini secara eksplisit Pak Hamid menulis sbb: "Dalam keadaan yang demikian penambahan mata pelajaran Budi Pekerti tidak akan mengubah pola dasar interaksi guru dengan siswanya. Mata pelajaran Budi Pekerti hanya akan men-jadi beban hafalan baru bagi siswa".
Secara umum dapatlah disimpulkan bahwa Pak Hamid cenderung memposisi budi pekerti sebagai materi pelajaran, bukan mata pelajaran. Sayang sekali beliau tidak menceriterakan pemikirannya mengenai bagaimana pendekatan yang harus ditempuh untuk menanamkan budi pekerti itu sendiri tanpa melalui mata pelajaran khusus.
Dari ulasan pada tulisan tersebut setidak-tidaknya ada dua bagian penting yang ingin dikomunikasi. Pertama, adanya hubungan kausal tentang kurangnya pendidikan budi pekerti dengan munculnya kejahat-an di masyarakat. Dalam hal ini Pak Hamid mencoba melukiskan ter-jadinya berbagai kasus perkelahian, sodomi, perkosaan sampai dengan pembunuhan, baik yang terjadi di negara kita maupun negara manca. Itu semua merupakan akibat dari pendidikan budi pekerti yang kurang berjalan optimal. Dari ilustrasi ini selanjutnya ditekankan pentingnya pendidikan budi pekerti bagi remaja kita, utamanya remaja sekolah.
Bagian kedua ulasan Pak Hamid mendeskripsi demikian saratnya beban kurikulum sekolah kita sehingga kurang memungkinkan penam-bahan mata palajaran Budi Pekerti. Mengenai hal ini secara eksplisit Pak Hamid menulis sbb: "Dalam keadaan yang demikian penambahan mata pelajaran Budi Pekerti tidak akan mengubah pola dasar interaksi guru dengan siswanya. Mata pelajaran Budi Pekerti hanya akan men-jadi beban hafalan baru bagi siswa".
Secara umum dapatlah disimpulkan bahwa Pak Hamid cenderung memposisi budi pekerti sebagai materi pelajaran, bukan mata pelajaran. Sayang sekali beliau tidak menceriterakan pemikirannya mengenai bagaimana pendekatan yang harus ditempuh untuk menanamkan budi pekerti itu sendiri tanpa melalui mata pelajaran khusus.