FAVOURITAS PTN DAN KUALITAS PTS
Abstract
Pada Sabtu 27 Juli yang lalu hasil seleksi tertulis UMPTN 1996 diumumkan secara serentak kepada masyarakat,utamanya kepada para peserta UMPTN itu sendiri. Dari 350.000-an peserta ternyata hanya 63.753 peserta yang dinyatakan berhasil; selebihnya dinyatakan tidak berhasil alias gagal.
Bila kita perhatikan sambutan masyarakat terhadap pengumuman hasil seleksi tertulis UMPTN tersebut memang tidak "semeriah" dulu, katakanlah lima tahun atau sekitar sepuluh tahun lalu sewaktu untuk pertama kalinya model UMPTN dikenalkan kepada masyarakat. Kita ketahui model UMPTN merupakan pengembangan dari model Proyek Perintis (PP) maupun model Sipenmaru. Ketika itu sambutan masyara-kat terhadap hasil UMPTN memang sangat "meriah"; beberapa hari menjelang diumumkannya hasil seleksi tertulis maka suasananya be-nar-benar "hidup". Banyak orang rela tidak tidur semalaman hanya untuk mengetahui hasil UMPTN secara dini. Pada saat hasil UMPTN diumumkan maka ekspresi kesyukurannya sungguh "luar biasa"; tentu saja bagi mereka yang diterima.
Sekarang ini tidak lagi demikian; pengumuman hasil UMPTN di-sambut secara biasa-biasa saja, bahkan pada beberapa tempat terasa 'adem ayem' saja. Mereka yang berhasil menembus dinding UMPTN pun banyak yang tidak merasa berprestasi secara luar biasa; meskipun rasa senang dan syukur itu tetap ada. Bagaimanapun mereka berhasil keluar dari suatu kompetisi akademik yang ketat; wajarlah kalau ke-mudian bersenang dan bersyukur.
Itu semua merupakan fenomena sosial-akademik yang menarik untuk dicermati. Bahwa tingkat popularitas PTN masih tinggi memang ya, tetapi tidak lagi untuk tingkat favouritasnya. Kini tingkat favouritas PTN tidak lagi tinggi; setidaknya tidak setinggi lima atau sepuluh tahun yang lalu. Favouritas PTN makin lama makin menurun.
Bila kita perhatikan sambutan masyarakat terhadap pengumuman hasil seleksi tertulis UMPTN tersebut memang tidak "semeriah" dulu, katakanlah lima tahun atau sekitar sepuluh tahun lalu sewaktu untuk pertama kalinya model UMPTN dikenalkan kepada masyarakat. Kita ketahui model UMPTN merupakan pengembangan dari model Proyek Perintis (PP) maupun model Sipenmaru. Ketika itu sambutan masyara-kat terhadap hasil UMPTN memang sangat "meriah"; beberapa hari menjelang diumumkannya hasil seleksi tertulis maka suasananya be-nar-benar "hidup". Banyak orang rela tidak tidur semalaman hanya untuk mengetahui hasil UMPTN secara dini. Pada saat hasil UMPTN diumumkan maka ekspresi kesyukurannya sungguh "luar biasa"; tentu saja bagi mereka yang diterima.
Sekarang ini tidak lagi demikian; pengumuman hasil UMPTN di-sambut secara biasa-biasa saja, bahkan pada beberapa tempat terasa 'adem ayem' saja. Mereka yang berhasil menembus dinding UMPTN pun banyak yang tidak merasa berprestasi secara luar biasa; meskipun rasa senang dan syukur itu tetap ada. Bagaimanapun mereka berhasil keluar dari suatu kompetisi akademik yang ketat; wajarlah kalau ke-mudian bersenang dan bersyukur.
Itu semua merupakan fenomena sosial-akademik yang menarik untuk dicermati. Bahwa tingkat popularitas PTN masih tinggi memang ya, tetapi tidak lagi untuk tingkat favouritasnya. Kini tingkat favouritas PTN tidak lagi tinggi; setidaknya tidak setinggi lima atau sepuluh tahun yang lalu. Favouritas PTN makin lama makin menurun.