DAMPAK "KENAKALAN" ORANG TUA BAGI REMAJA
Abstract
Salah satu respon yang muncul atas presentasi saya dalam forum seminar sehari tentang Pendidikan Budi Pekerti dan Inovasi Pengajaran" di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada tanggal 11 Mei 1996 yang lalu adalah mengapa kita sangat sering membicarakan kenakalan remaja (juvenile delinquency) tetapi kurang memperhatikan "kenakalan" orang tua; padahal dalam realitasnya banyak sekali "kenakalan" yang dilakukan oleh para orang tua, utamanya menyangkut soal pelacuran (prostitution).
Respon yang bernada complain tersebut memang ada benarnya; kalau kita perhatikan akhir-akhir ini memang banyak kasus pelacuran yang dibongkar oleh aparat keamanan kita dan otak pelakunya hampir seluruhnya melibatkan orang tua. Operasi pelacur ("garukan") yang dilakukan di berbagai kota mendapatkan bukti bahwa pelacuran (tidak resmi) yang terjadi di berbagai tempat banyak melibatkan pelaku dan sponsor para orang tua.
Mungkin kita masih ingat peristiwa ditangkapnya bos besar yang bergerak di bidang bisnis seks di Jakarta belum lama ini. Ternyata bos besar ini juga orang tua (bukan remaja); begitu pula dengan para kaki tangannya. Bukan itu saja; aparat keamanan kita yang juga berhasil membongkar sindikat penjualan gadis kecur (di bawah usia) di Lampung, mengikis "sex shop" di Surabaya, memutus jaringan penjualan buku porno di Semarang, "memantau" pelacuran mahasiswi di Yogya-karta, dsb, lagi-lagi mendapatkan bukti bahwa kejahatan seksual yang terjadi justru diotaki oleh orang tua. Bahwa di dalam berbagai kasus tersebut banyak remaja yang dilibatkan itu memang benar akan tetapi toh "pemikirnya" kebanyakan adalah orang tua.
Jadi, benar juga kalau kemudian muncul gagasan dan usulan agar kejahatan orang tua (utamanya soal prostitusi) haruslah dikupas secara proporsional sebagaimana kita mengupas kenakalan remaja.
Respon yang bernada complain tersebut memang ada benarnya; kalau kita perhatikan akhir-akhir ini memang banyak kasus pelacuran yang dibongkar oleh aparat keamanan kita dan otak pelakunya hampir seluruhnya melibatkan orang tua. Operasi pelacur ("garukan") yang dilakukan di berbagai kota mendapatkan bukti bahwa pelacuran (tidak resmi) yang terjadi di berbagai tempat banyak melibatkan pelaku dan sponsor para orang tua.
Mungkin kita masih ingat peristiwa ditangkapnya bos besar yang bergerak di bidang bisnis seks di Jakarta belum lama ini. Ternyata bos besar ini juga orang tua (bukan remaja); begitu pula dengan para kaki tangannya. Bukan itu saja; aparat keamanan kita yang juga berhasil membongkar sindikat penjualan gadis kecur (di bawah usia) di Lampung, mengikis "sex shop" di Surabaya, memutus jaringan penjualan buku porno di Semarang, "memantau" pelacuran mahasiswi di Yogya-karta, dsb, lagi-lagi mendapatkan bukti bahwa kejahatan seksual yang terjadi justru diotaki oleh orang tua. Bahwa di dalam berbagai kasus tersebut banyak remaja yang dilibatkan itu memang benar akan tetapi toh "pemikirnya" kebanyakan adalah orang tua.
Jadi, benar juga kalau kemudian muncul gagasan dan usulan agar kejahatan orang tua (utamanya soal prostitusi) haruslah dikupas secara proporsional sebagaimana kita mengupas kenakalan remaja.