MEMAHAMI MANAJEMEN DAN BAYANG-BAYANG ORDONANSI SEKOLAH LIAR
Abstract
Mendengar berita terdapatnya puluhan bahkan ratusan SMK yang ditutup dan tidak diijinkan menerima siswa baru maka seorang teman berkomentar; memangnya di jaman merdeka ini masih ada sekolah yang dianggap liar oleh pemerintah. Apakah kini sudah ada ordonansi baru sehingga secara arogan pemerintah leluasa mempersulit dinamika sekolah yang diselenggarakan masyarakat (swasta).
Komentar yang terkesan agak emosional tersebut memang bukan tanpa alasan sama sekali. Penutupan sekolah yang dilakukan Depdikbud memang perlu klarifikasi dasar hukumnya. Apakah departemen pendidikan memiliki wewenang menutup sekolah, dalam hal ini SMK, sebagaimana yang diberitakan di berbagai media massa. Bahwa Dep-dikbud memiliki hak untuk tidak memberikan pelayanan administrasi pendidikan dan bantuan akademik kiranya memang benar; tetapi kalau harus menutup sekolah memang perlu ada klarifikasi.
Penutupan sekolah itu sendiri pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial terhadap sekolah-sekolah swasta (partikelir) yang diselenggarakan oleh kaum bumi putra, pada tahun 1932, jauh hari sebelum bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Pada waktu itu, ketika sekolah-sekolah swasta mulai mampu "me-nyaingi" sekolah negeri, maka pemerintah kolonial pun mulai resah. Mereka takut kalau sampai sekolah-sekolah swasta tersebut berkembang maka eksistensi (sekolah) pemerintah tentu akan terusik. Maka dengan penuh arogansi pemerintah menurunkan peraturan yang disebut dengan 'Onderwijs Ordonnantie' (OO). Adapun isi pokok dari peraturan ini adalah menutup sekolah-sekolah swasta. Karena sekolah-sekolah swasta ini dianggap liar oleh pemerintah (kolonial) maka per-aturan ini juga sering disebut dengan ordonansi sekolah liar (Wilde Schoolen Ordonnantie).
Komentar yang terkesan agak emosional tersebut memang bukan tanpa alasan sama sekali. Penutupan sekolah yang dilakukan Depdikbud memang perlu klarifikasi dasar hukumnya. Apakah departemen pendidikan memiliki wewenang menutup sekolah, dalam hal ini SMK, sebagaimana yang diberitakan di berbagai media massa. Bahwa Dep-dikbud memiliki hak untuk tidak memberikan pelayanan administrasi pendidikan dan bantuan akademik kiranya memang benar; tetapi kalau harus menutup sekolah memang perlu ada klarifikasi.
Penutupan sekolah itu sendiri pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial terhadap sekolah-sekolah swasta (partikelir) yang diselenggarakan oleh kaum bumi putra, pada tahun 1932, jauh hari sebelum bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Pada waktu itu, ketika sekolah-sekolah swasta mulai mampu "me-nyaingi" sekolah negeri, maka pemerintah kolonial pun mulai resah. Mereka takut kalau sampai sekolah-sekolah swasta tersebut berkembang maka eksistensi (sekolah) pemerintah tentu akan terusik. Maka dengan penuh arogansi pemerintah menurunkan peraturan yang disebut dengan 'Onderwijs Ordonnantie' (OO). Adapun isi pokok dari peraturan ini adalah menutup sekolah-sekolah swasta. Karena sekolah-sekolah swasta ini dianggap liar oleh pemerintah (kolonial) maka per-aturan ini juga sering disebut dengan ordonansi sekolah liar (Wilde Schoolen Ordonnantie).