RENDAHNYA KUALITAS PT KITA (1)

Ki Supriyoko

Abstract


       Baru-baru ini Asiaweek  telah membuat sensasi akademis dengan memuat daftar 50 perguruan tinggi terbaik di Asia dan Australia, dari peringkat yang paling awal (ke-1) sampai peringkat yang paling bontot (ke-50). Dari belasan perguruan tinggi baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (state university) maupun masyarakat (private/indepen-dent university) pada masing-masing negara maka nama-nama yang dicantumkan dalam daftar tersebut merupakan pilihan terbaik.

       Untuk menentukan nama-nama  dalam daftar tersebut  digunakan sistem evaluasi kuantitatif dengan cara pengumpulan nilai dari lima komponen;  masing-masing ialah komponen reputasi akademik dengan nilai teoretis 0 s/d 30, sumber daya fakultas 0 s/d 25,  selektivitas ma-hasiswa 0 s/d 20,  sumber daya finansial 0 s/d 15, dan nilai uang 0 s/d 10. Secara teoretis nilai maksimal 100 hanya dapat dicapai oleh per-guruan tinggi yang memiliki kriteria ideal atas kelima komponen itu; makin tinggi pencapaian nilai total pada suatu perguruan tinggi makin tinggi pula kualitas akademiknya;  begitu pula sebaliknya, makin ren-dah pencapaian nilai total pada suatu perguruan tinggi makin rendah pula kualitas akademik perguruan tinggi yang bersangkutan.

       Tidak seluruh perguruan tinggi  di Asia dan Australia  dikenakan evaluasi karena dari masing-masing negara hanya diambil beberapa perguruan tinggi yang memang layak untuk dinilai.  Perguruan tinggi yang dianggap kurang bermutu atau kredibilitas akademiknya diragu-kan tidak termasuk dalam daftar yang dinilai secara langsung oleh tim yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

       Di Indonesia misalnya;  dari 1.300-an perguruan tinggi, PTN dan PTS, yang ada maka lebih dari 95 persen diantaranya sudah gugur lebih dulu karena dipandang tak memiliki kredibilitas akademik yang "menonjol".  Hanya perguruan tinggi yang dianggap baik saja, seperti UGM, UI, ITB, IPB, Undip, Unair, dsb, yang dinilai.

Full Text:

PDF
Amikom Web Archives