PSG DAN RELEVANSITAS PERGURUAN TINGGI

Ki Supriyoko

Abstract


       Sarjana kita banyak yang menganggur; banyak lulusan perguruan tinggi yang tidak siap kerja; banyak produk lembaga pendidikan tinggi yang "kusut";  sarjana yang tidak memiliki idealitas dan profesionalis-me; dan sebagainya.  Lebih daripada itu perjalanan perguruan tinggi kita dianggap lebih lambat dibanding perjalanan dunia kerja; sebagai akibatnya produk perguruan tinggi tidak sanggup lagi mengantisipasi perkembangan yang terjadi di dunia kerja. Itulah sebagian lontaran dari suatu bangunan kritik yang akhir-akhir ini sering dialamatkan ke perguruan tinggi kita.

       Kritik tersebut tentu bagus dan bermanfaat meski secara materiil tidak semuanya benar.Bahwa perjalanan perguruan tinggi lebih lambat dibanding dunia kerja kiranya memang benar dalam berbagai disiplin ilmu seperti misalnya ilmu kesehatan dan teknologi. Kalau di lapangan orang sudah meributkan penyakit AIDS dan pencegahannya misalnya; ternyata banyak perguruan tinggi yang sama sekali tidak atau belum memiliki laboratorium penyakit AIDS secara memadai meskipun di dalamnya terdapat program studi kesehatan.  Ini hanya sekedar contoh dari banyak kasus "kelambatan" perjalanan perguruan tinggi.

       Contoh lain? Ya .., pada saat banyak orang tergilai oleh berbagai program software komputer untuk menembus tebalnya dinding dunia kerja ternyata banyak perguruan tinggi kita yang 'tenang-tenang saja'. Ketika orang mulai "menyerbu" Lembaga Pendidikan Keterampilan (LPK) yang lebih dahulu berinisiatif menyelenggarakan program yang diperlukan dunia kerja baru beberapa perguruan tinggi mengikutinya; itupun terbatas pada beberapa perguruan tinggi saja.

       Mengapa hal itu dapat terjadi?  Karena sampai saat ini perguruan tinggi di Indonesia masih sarat dengan berbagai kompleksitas proble-matika;  dan hal inilah yang menyebabkan perjalanan kapal perguruan tinggi menjadi kurang gesit.

Full Text:

PDF
Amikom Web Archives