PENULISAN SEJARAH BAGI ANAK DIDIK

Ki Supriyoko

Abstract


"Historian write history for the government,  but educational scientist write history for students".  Dari kalimat yang sangat tidak mengenakkan (bagi ahli sejarah) tersebut setidak-tidaknya terdapat dua pesan yang bisa dipetik;  pertama,  penulisan sejarah harus dijelaskan benar untuk apa dan bagi siapa kepentingannya,  dan kedua, penulisan sejarah bagi kepentingan pendidikan perlu memperhatikan siapa yang menulisnya.

       Pesan tersebut  memang sangat relevan diaktualisasi sekarang ini ketika pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) menyatakan keinginannya untuk membenahi kurikulum sejarah nasional bagi anak-anak didik di sekolah.  Seperti kita ketahui bersama baru-baru ini menteri pendidikan Juwono Sudarsono menyatakan bahwa Depdikbud  akan mengajak komunitas ilmuwan sejarah, Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI),  untuk menyusun kurikulum baru sejarah nasional.

       Tim penyusun kurikulum baru sejarah nasional  nantinya ditugasi menelusuri kembali kurikulum sejarah semenjak Revolusi 1945, masa demokrasi parlementer,  pemerintah Sukarno sampai dengan Suharto, serta menuliskannya kembali secara menyeluruh, proporsional, berim-bang dan wajar.  Penyusunan kurikulum baru sejarah itu merupakan bagian dari program pembaruan seluruh kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang akan dikerjakan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah bersama Pusat Kurikulum Depdikbud.

       Khusus mengenai pembaruan kurikulum sejarah nasional tersebut Pak Juwono menyatakan tidak mau terburu-buru. Nampaknya beliau ingin mendapatkan hasil yang optimal dengan melibatkan komunitas ilmuwan sejarah.  Pelibatan ilmuwan sejarah (dan para tokoh) diharap dapat mengemukakan secara adil hal-hal yang baik dan buruk pada masing-masing periode pemerintahan.

Full Text:

PDF
Amikom Web Archives