BUDI PEKERTI SEBAGAI (BUKAN) MATA PELAJARAN

Ki Supriyoko

Abstract


       Tulisan Prof. Ahmad Tafsir mengenai budi pekerti di harian ini, 'Perlukah Mata Pelajaran Budi Pekerti di Sekolah?"  (PR: 20/7/ 1999) sungguh menarik untuk disimak.  Tulisan yang mengaplikasi pendekatan filosofis dan keagamaan di dalam mengurai permasalahan yang dianggap penting dan krusial memang perlu kita simak. Bagi pembaca yang selama ini kurang akrab bergaul dengan filsafat maka tulisan tersebut cukup memberikan nuansa dan arti;  meskipun apa yang diuarikan oleh penulisnya bukan berarti telah sempurna.

       Kiranya ada beberapa hal penting yang dapat kita simpulkan dari tulisan tersebut, yaitu sbb: (1) budi pekerti di dalam konteks pendidikan di sekolah memang sangat penting dan wajib hukumnya, (2) budi pekerti dalam konteks mata pelajaran dianggap tidak perlu atau no way istilahnya,  (3) diperlukan adanya klarifikasi filosofis antara budi pekerti, etika dan akhlak,  (4) diperlukan peninjauan paradigma dan operasional agar pendidikan kita mampu menghasilkan lulusan berakhlak mulia,  dan  (5) perlu diletakkan pendidikan keimanan sebagai inti (core) sistem pendidikan nasional di seluruh jenjang dan jenis.

       Permasalahan budi pekerti dalam beberapa waktu terakhir ini memang kembali aktual dan banyak dibicarakan masyarakat. Hal itu terjadi karena munculnya banyak kasus anti sosial di masyarakat yang mengindikasikan rendahnya budi pekerti sebagian anggota masyarakat kita.

       Kalau kemudian masyarakat kita  banyak mengangkat perma-salahan tersebut di dalam wacana sarasehan atau forma kediskusian hal itu dapat dilihat sebagai sesuatu yang cukup positif; artinya masyarakat kita masih menaruh kepedulian (concern) yang tinggi terhadap perilaku sosial bangsanya. Setidak-tidaknya masyarakat kita tidak acuh tak acuh, tanpa peduli, dan "hope lost".

Full Text:

PDF
Amikom Web Archives