REPOPULARISASI SEKOLAH KEJURUAN
Abstract
Tanggal 23 Oktober 2000 yang lalu saya diminta memberikan presentasi di dalam seminar sehari mengenai pengkajian pendidikan kejuruan dan teknologi yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta. Tujuan seminar ini ialah untuk memformulasi upaya-upaya melakukan pembaruan atau inovasi terhadap penyelenggaraan Seko-lah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia.
Sebagaimana yang telah dialami oleh satuan pendidikan yang lainnya maka perkembangan SMK di Indonesia selama ini mengalami pasang dan surut. Suatu ketika jenis sekolah yang mempersiapkan lulusannya untuk terjun langsung ke pos-pos kerja di masyarakat ini mengalami keadaan pasang; dalam arti kehadirannya didambakan oleh masyarakat dan lulusannya pun banyak yang langsung diserap dunia kerja. Di waktu lain sekolah yang mempersiapkan lulusannya menjadi tenaga kerja terampil menengah (middle skilled worker) ini kehadirannya diremehkan oleh masyarakat dan para lulusannya pun banyak yang menjadi penganggur.
Sekolah kejuruan di negara kita pernah mengalami masa-masa keemasan ketika departemen pendidikan dipimpin oleh Pak Wardiman Djojonegoro. Di antara 30-an menteri pendidikan yang pernah kita miliki rasanya sangat sedikit yang menaruh perhatian secara mema-dai terhadap sekolah kejuruan. Di bawah kendali Pak Wardiman, tanpa bermaksud mengkultuskan seseorang, pamor sekolah kejuruan memang bersinar terang. SMK yang semula dianggap sekolah "kelas dua" mulai diakui sejajar dengan SMU dan sekolah-sekolah lain pada umumnya. Jumlah siswanya pun secara nasional mengalami kemajuan secara sangat signifikan.
Sayangnya, ketika Pak Wardiman pergi dari departemen pen-didikan maka pamor sekolah kejuruan pun mulai redup. Pengakuan kesepadanan di antara SMK dengan SMU sepertinya mulai terkikis; indikasinya di berbagai kesempatan masyarakat lebih sering membi-carakan SMU daripada SMK. Jumlah siswa SMK pun pada beberapa tempat mulai menurun; sementara itu program-program kreatif yang dahulunya sangat populer seperti Pendidikan Sistem Ganda (PSG) sepertinya mulai dilupakan orang. Sekarang bahkan banyak orang yang melupakan keberadaan sekolah kejuruan.
Sebagaimana yang telah dialami oleh satuan pendidikan yang lainnya maka perkembangan SMK di Indonesia selama ini mengalami pasang dan surut. Suatu ketika jenis sekolah yang mempersiapkan lulusannya untuk terjun langsung ke pos-pos kerja di masyarakat ini mengalami keadaan pasang; dalam arti kehadirannya didambakan oleh masyarakat dan lulusannya pun banyak yang langsung diserap dunia kerja. Di waktu lain sekolah yang mempersiapkan lulusannya menjadi tenaga kerja terampil menengah (middle skilled worker) ini kehadirannya diremehkan oleh masyarakat dan para lulusannya pun banyak yang menjadi penganggur.
Sekolah kejuruan di negara kita pernah mengalami masa-masa keemasan ketika departemen pendidikan dipimpin oleh Pak Wardiman Djojonegoro. Di antara 30-an menteri pendidikan yang pernah kita miliki rasanya sangat sedikit yang menaruh perhatian secara mema-dai terhadap sekolah kejuruan. Di bawah kendali Pak Wardiman, tanpa bermaksud mengkultuskan seseorang, pamor sekolah kejuruan memang bersinar terang. SMK yang semula dianggap sekolah "kelas dua" mulai diakui sejajar dengan SMU dan sekolah-sekolah lain pada umumnya. Jumlah siswanya pun secara nasional mengalami kemajuan secara sangat signifikan.
Sayangnya, ketika Pak Wardiman pergi dari departemen pen-didikan maka pamor sekolah kejuruan pun mulai redup. Pengakuan kesepadanan di antara SMK dengan SMU sepertinya mulai terkikis; indikasinya di berbagai kesempatan masyarakat lebih sering membi-carakan SMU daripada SMK. Jumlah siswa SMK pun pada beberapa tempat mulai menurun; sementara itu program-program kreatif yang dahulunya sangat populer seperti Pendidikan Sistem Ganda (PSG) sepertinya mulai dilupakan orang. Sekarang bahkan banyak orang yang melupakan keberadaan sekolah kejuruan.