DILEMA DAN RISIKO PENGULANGAN EBTANAS

Ki Supriyoko

Abstract


       Kebocoran Ebtanas tahun ini  nampaknya membawa  "buntut" yang kurang sedap. Kebijakan dari departemen pendidikan nasional untuk mengulang ujian  bagi siswa yang diyakini mendapat bocoran ternyata menimbulkan rasa ketidakenakan bagi sivitas sekolah; baik para guru  maupun siswanya.  Lebih daripada itu  orang tua siswa pun ikut merasa malu; khususnya bagi orang tua yang anaknya di-masukkan dalam kategori mendapat bocoran.

       Seperti diketahui pelaksanaan Ebtanas SMU tahun ini terjadi kebocoran di wilayah DKI Jakarta.  Sebagian siswa diyakini dengan sengaja atau tidak sengaja,  lebih tepatnya secara aktif atau pasif, mendapatkan bocoran soal  dan/atau kunci jawaban Ebtanas terlebih dahulu sebelum ujian dilaksanakan. Sedangkan sebagian siswa yang lainnya diyakini tidak mendapat bocoran soal dan/atau kunci jawab-an seperti yang dimaksud.

       Atas peristiwa tersebut departemen pendidikan nasional yang dalam hal ini sebagai penyelenggara Ebtanas mengambil kebijakan untuk segera melaksanakan ujian ulangan  khusus bagi siswa yang diyakini (= dicurigai?) mendapatkan bocoran.  Prakteknya; kalau di dalam satu sekolah semua siswanya diyakini mendapat bocoran maka seluruh siswa sekolah itu diwajibkan mengikuti ujian ulangan. Dan, sebaliknya kalau dalam satu sekolah semua siswanya  diyakini tidak mendapat bocoran maka seluruh siswa sekolah tersebut tidak diikutkan dalam ujian ulangan. Bila sebagian siswa dari suatu sekolah diyakini ada yang mendapat bocoran  maka hanya siswa itulah yang wajib mengikuti ujian ulangan;  sementara siswa yang lainnya bebas dari kewajiban tersebut.

       Untuk menentukan seorang siswa  diyakini mendapat bocoran soal dan/atau jawaban Ebtanas atau tidak, dilakukan dengan mem-bandingkan nilai siswa.  Siswa yang nilai hariannya jelek kemudian nilai Ebtanasnya (sangat) tinggi maka diyakini mereka telah mendapat bocoran soal terlebih dahulu.

Full Text:

PDF
Amikom Web Archives