MENGAPRESIASI DANA PENDIDIKAN YANG TRADISIONAL

Ki Supriyoko

Abstract


       Masa depan pendidikan nasional Indonesia  nampaknya belum menunjukkan tanda-tanda yang menjanjikan; setidak-tidaknya hal ini dapat dicermati  dari besarnya alokasi dana pendidikan nasional yang dianggarkan dalam konstruksi Rancangan Anggaran Pendapat- an dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2000.  Sebagaimana dengan tahun-tahun yang sebelumnya ternyata sektor pendidikan kali ini pun masih belum mendapatkan alokasi dana yang memuaskan.

       Sebagaimana yang telah sama-sama kita ketahui bahwa baru-baru ini pemerintah RI di depan sidang paripurna DPR mengajukan RAPBN 2000  yang besarnya mencapai 183,067 triliun rupiah.  Dari keseluruhan anggaran tersebut ternyata hanya sebesar 4,257 triliun rupiah (2,32 persen)  yang dialokasikan  kepada sektor pendidikan nasional, tepatnya kepada Departemen Pendidikan Nasional atau Depdiknas (KR, 22 Januari 2000).

       Bagi siapa saja  yang mengetahui besarnya beaya ideal yang diperlukan untuk dapat menjalankan  roda-roda pendidikan nasional kita secara wajar,  apalagi secara akseleratif sebagaimana dengan besarnya tuntutan kemajuan,  maka dana pendidikan sebesar 4,257 triliun rupiah tersebut  tentu relatif sangat kecil nilainya. Artinya dengan hanya mengandalkan dana RAPBN tersebut maka akan men-jadi amat sulit bagi Pak Yahya Muhaimin sebagai menteri pendidikan nasional beserta stafnya  untuk mengelola  program dan kegiatan pendidikan nasional secara wajar.

       Membuat pendidikan dasar yang bermutu, membuat pendidik-an menengah yang profesional,  serta menyiapkan pendidikan tinggi yang kompetitif adalah program dan kegiatan pendidikan yang ada dalam ukuran kewajaran.  Dan itu semua akan sangat sulit dilaksanakan dengan mengandalkan pada alokasi dana dari RAPBN yang relatif sangat minim jumlahnya.



Full Text:

PDF
Amikom Web Archives