EVALUASI KRITIS MATERI UMPTN
Abstract
Bahwa sebahagian masyarakat kita masih dihinggapi "state minded syndrome" dalam pemilihan lembaga pendidik an tinggi rasanya memang tidak dapat disangkal. Sebagai manifestasinya mereka selalu berorientasi pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dalam meminta pelayanan pendidikan tinggi meski di luar PTN terdapat perguruan tinggi yang mutunya jauh lebih baik; sedangkan sebagai implikasinya setiap PTN menyelenggarakan ujian masuk, kali ini dengan sistem UMPTN, selalu dijejali dengan kandidat.
Apabila kita melihat sejarah maka ujian masuk PTN untuk menjaring mahasiswa baru, sejak diaplikasi sistem Proyek Perintis (PP), Sipenmaru sampai UMPTN, senantiasa diminati masyarakat. Kompetisi perebutan kursi kuliah di PTN menjadi ketat dan untuk dapat meraihnya maka seorang kandidat harus mampu "mengalahkan" beberapa kandidat la-innya sekaligus. Sepuluh tahun lalu, tahun 1983, ketika seleksi masuk PTN digelar maka perbandingan kandidat ter hadap daya tampung lembaga mencapai puncak, yaitu 13:1. Ini berarti setiap 13 kandidat maka yang diterima hanya seorang saja; dengan bahasa lain untuk menjadi mahasiswa baru PTN harus mampu "mengalahkan" 12 kandidat lainnya.
Bagaimana dengan UMPTN di tahun 1993 ini? Hampir sama saja! Persaingan untuk memperebutkan kursi belajar pada PTN masih tetap ketat. Perbandingan kandidat dengan daya tampung lembaga sekitar 6:1, artinya tiap ada enam kandidat maka yang diterima hanya satu orang saja. Untuk menjadi mahasiswa baru PTN maka seorang kandidat harus sanggup "mengalahkan" lima kandidat yang lainnya.