PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT LUAS

Ki Supriyoko

Abstract


 

       "Ganti menteri ganti beleid"; nampaknya kalimat yang cukup khas ini tetap berlaku dalam dunia pendidikan kita. Sudah berkali-kali kita memiliki menteri pendidikan, kalau dihitung sejak Republik ini diproklamasikan sudah lebih dari 30 kali terjadi pergantian men-teri pendidikan,  dan dalam realitasnya sudah berkali-kali pula kita menerima kebijakan baru dalam menjalankan roda pendidikan nasional. Apakah setiap ganti menteri pendidikan harus terjadi pergantian kebijakan? Tentu saja tidak; namun realitas yang sudah terjadi me-mang menjadi "expost facto" yang tidak terelakkan.

 

       Realitasnya memang demikian; meski tidak selalu akan tetapi hampir setiap terjadi pergantian menteri pendidikan terjadi pula pergantian kebijakan. Dengan demikian kita tidak perlu heran kalau beberapa menteri memiliki "educational mark" masing-masing; contoh konkritnya Pak Nugroho Notosusanto dengan humanioranya, Pak Fuad Hassan dengan mutu dan relevansinya, Pak Wardiman Djojone-goro dengan Link and Match-nya, dan sebagainya.

 

       Keadaan seperti itu tidaklah aneh dan tentu saja tidak salah karena setiap pimpinan lembaga memang berhak mengembangkan ke-bijakan yang diyakini tepat untuk mensukseskan tugasnya. Apabila dengan suatu kebijakan tertentu diyakini pendidikan nasional dapat lebih maju mengapa hal itu tidak ditempuh.  Hal ini juga menunjukkan adanya kreativitas dan keberanian untuk meraih prestasi.

 

       Memang, sisi negatifnya tentu ada kalau setiap ganti menteri terus berganti kebijakan.  Apa itu? Keadaan ini mengesankan tidak adanya "grand design"  untuk mengembangkan pendidikan nasional dalam jangka pendek, menengah dan panjang.


Full Text:

PDF
Amikom Web Archives