TOKO KELONTONG ITU BERNAMA PTN
Abstract
Sungguh menarik apa yang dikemukakan menteri pendidikan nasional, Malik Fadjar, di hadapan para pimpinan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se Indonesia baru-baru ini. Beliau dengan cermatnya mengemukakan kekecewaannya terhadap perkembangan PTN di ne-gara kita akhir-akhir ini yang mirip dengan toko kelontong. PTN kita semakin mengecil dan berkeping-keping dengan telah membuka dan sekaligus menawarkan aneka program studi jangka pendek dan program ekstensi.
Keadaan seperti itu mengakibatkan tidak terbentuknya gerak "ke luar" yang akan memberikan kekuatan antisipasi dan partisipasi dalam menjembatani berbagai bentuk kesenjangan, khususnya dalam bidang pengembangan SDM.
Apa yang dikemukakan oleh Pak Malik Fadjar tersebut dapat kita tanggapi sebagai otokritik bagi lembaga departemen pendidikan nasional, khususnya pendidikan tinggi, beserta para pengambil kebijakan didalamnya. Apa yang dikemukakan beliau memang banyak benarnya karena dalam realitanya sekarang banyak PTN yang tidak malu-malu lagi ngopeni program jangka pendek seperti D2, program ekstensi seperti kelas malam dan juga program "off campus" seperti kelas jauh yang sering dilakukan tidak proporsional dalam konteks pengembangan keilmuan.
Atas aktivitas tersebut banyak pengelola Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang mengomentari PTN sebagai badan yang serakah, rakus dan kata-kata nonilmiah yang lainnya. Lepas dari sejauhmana kebenarannya, aktivitas PTN yang seperti itu dianggap telah merebut ladang subur yang selama ini menjadi kapling PTS.