BUKU DAN KEHORMATAN BANGSA
Abstract
“Tidak ilmu suluh padam”, demikianlah bunyi pepatah lama bangsa Indonesia yang kira-kira artinya ialah, tanpa memiliki ilmu atau kepandaian yang cukup maka kehormatan kita di mata masyarakat akan sirna. Dengan kata lain, kalau kita memiliki ilmu atau kepandaian secara memadai maka hidup kita akan terhormat di mata masyarakat, sebaliknya kalau kita tidak memiliki ilmu atau kepandaian secara memadai maka hidup kita tidak akan terhormat di mata masyarakat.
Kalau kita kemudian bersafari ke negara tetangga Malaysia dan Brunei Darussalam, ternyata kedua bangsa serumpun ini pun memiliki pepatah yang hampir sama artinya. “Hitam-hitam bendi, putih-putih sadah”, begi-tulah bunyi pepatah yang dimaksud. Adapun artinya, orang yang berilmu akan dihormati sekalipun berwajah buruk, sedangkan orang yang tidak berilmu akan ditindas sekalipun berwajah elok. Sementara bangsa Arab memiliki pepatah kuno, “al ngilmu shoidun, walkitaabahu khoiduh(u)”, yang artinya ilmu itu seperti binatang buruan atau liar dan buku itu sebagai tali pengikatnya.
Arti dan makna peribahasa tersebut kiranya bersifat universal, dalam hal ini tidak hanya berlaku bagi bangsa Indonesia, Malaysia dan Arab saja akan tetapi berlaku bagi seluruh bangsa di dunia ini. Orang yang berilmu atau pandai, apalagi kepribadiannya baik, pasti dihormati oleh orang lain; sebaliknya kalau ada orang yang berilmu atau pandai tetapi kepribadiannya buruk sehingga tidak dihormati oleh orang lain maka faktor penyebab ketidakhormatan tersebut bukan pada ilmu akan tetapi pada keburukan atas kepribadiannya.