PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DI SEKOLAH
Abstract
Pentingnya pendidikan budi pekerti di sekolah pada akhir-akhir ini semakin mendapatkan respon yang positif dari masyarakat. Para pakar pendidikan umumnya sependapat bahwa sebagai lembaga pendidikan maka sekolah hendaknya mampu menanamkan budi pekerti yang luhur kepada seluruh siswanya; terlepas dari apakah budi pekerti itu menjadi mata pelajaran tersendiri atau tidak.
Teori Ki Hadjar Dewantara mengenai pentingnya pendidikan budi pekerti dalam keluarga dengan ibu sebagai pendidik utama masih berlaku adanya. Bahkan banyak ahli pendidikan Barat seperti Marjoribanks, Aldendorf, A. Mani, Rapph Linton, dsb, juga membenarkannya. Marjo-ribanks misalnya, dalam “Families and Their Learning Environments : An Empirical Analysis” (1979), merekomendasi pentingnya pendidikan keluarga, utamanya orang tua, bagi pengembangan potensi dan pribadi anak. Meskipun demikian masyarakat tetap menaruh harapan terhadap sekolah agar dapat melaksanakan pendidikan budi pekerti secara efektif.
Harapan masyarakat tersebut tidaklah terlalu berlebihan mengingat terjadinya dua realitas sosial yang telah menjadi rahasia umum; pertama, semakin banyaknya anak dan remaja (sekolah) yang melakukan tindakan asosial di masyarakat, dan kedua, semakin banyaknya lembaga keluarga yang kurang berhasil menjalankan fungsinya dengan baik.