UAN DAN STANDARDISASI MUTU

Ki Supriyoko

Abstract


       Sungguh mengejutkan! Demikian barangkali komentar masyarakat umum yang selama ini kurang paham tentang “biologi” Ujian Akhir Nasional (UAN) yang sebenarnya demi mendengar komentar Pak Dodi Nandika selaku Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdiknas. Sebagaimana diketahui, petinggi Depdiknas ini dalam acara jumpa pers menjelang diumumkannya hasil UAN 2004 untuk SMA, MA dan SMK “mengakui” adanya perbedaan paket soal UAN antardaerah dikaitkan dengan rendahnya kemampuan akademik siswa di daerah tertentu. Dan ketika kepada Pak Dodi ditanyakan mengapa ujian kepada siswa harus dinamakan ujian akhir nasional maka beliau menjawab sbb: “Oh, paling tidak pelaksanaannya bersifat nasional baik dari sisi penga-daan soal maupun waktunya yang serentak” (Kompas, 11 Juni 2004).

 

       Terhadap keterangan tersebut maka muncullah berbagai komentar di masyarakat; kalau demikian di mana letak standardisasi mutu pendidik-annya, sebandingkah manfaat yang dipetik dari penyelenggaraan UAN dengan biaya yang dikeluarkan, masih perlukah sekolah-sekolah ikut UAN di tahun-tahun yang akan datang, dan sabagainya.

 

       Komentar yang bernada kekecewaan seperti itu rasanya wajar saja karena bagi masyarakat umum, termasuk didalamnya masyarakat pendi-dikan, UAN dianggap dan diyakininya sebagai media atau metoda untuk mewujudkan standardisasi nasional. Dengan soal yang (bobotnya) sama dan kriteria kelulusan yang sama maka akan tercapailah standardisasi nasional yang diinginkan.


Full Text:

PDF
Amikom Web Archives