DELINKUENSI DAN KRIMINALITAS REMAJA
Abstract
Oleh Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Yogyakarta baru-baru ini saya diminta menyampaikan prasaran dalam seminar "Kenakalan dan Kriminalitas Remaja" yang diikuti oleh ratusan peserta dari kalangan umum dan kalangan sekolah; guru dan siswa. Oleh karena permasalahan remaja bersifat umum serta "mendesak" maka melalui tulisan ini saya mencoba menyampaikan pokok-pokok pikiran yang saya sampaikan pada seminar tersebut kepada parapembaca Bali Post dalam skala yang lebih luas.
Problema remaja yang sering membuat "pusing" para orang tua, masyarakat serta aparat negara adalah masalah kenakalan atau delinkuensi (delinquent) dan kriminalitas (criminal) yang erat kaitannya dengan etika. Kalau etika merupakan perasaan hati untuk bertindak atau berperilaku yang baik, yaitu sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat; maka delinkuensi dan kriminalitas merupa-kan tindakan atau perilaku antisosial yang tidak relevan dan justru melanggar norma. Secara empirik banyak remaja yang terlibat dengan masalah delinkuensi,bahkan ada pula yang juga terlibat kriminalitas. Kiranya perlu diklari-fikasi bahwa delinkuensi merupakan kenakalan, bukan kri-minalitas atau kejahatan; meskipun dalam berbagai kasus bentuk atau ekspresinya dapat saja sama.
Walter dalam sebuah karyanya "The Crime Problem" (1981) mendefinisikan delinkuensi sebagai kesembronoan yang tidak dilakukan oleh orang dewasa. Delinkuensi juga diuraikan sebagai pelanggaran "undang-undang kriminal", tetapi pelakunya adalah para anak-anak yang belum dapat digolongkan sebagai orang dewasa.