SERTIFIKASI RAWAN KETIDAKJUJURAN

Ki Supriyoko

Abstract


Belum lama ini saya bertemu dengan puluhan guru dan widyaiswara di P4TK Medan untuk berdiskusi tentang masa depan pendidikan di Indonesia. Mereka menyatakan bahwa masa depan pendidikan Indonesia ada di tangan guru dan mereka menyambut gembira dilakukannya sertifikasi untuk men-dapatkan peningkatan penghasilan. Keyakinannya, peningkatan penghasilan pasti akan diikuti peningkatan kinerja pendidikan.

 

       Ternyata kegembiraan tersebut disertai keluhan; untuk dapat mengikuti sertifikasi sangat tergantung nasib dan diperlukan persyaratan yang berat, termasuk kejujuran. Kalau nasibnya tidak baik; meskipun berstatus pegawai tetap dan sudah senior belum tentu “dipanggil” dinas pendidikan untuk mengikuti sertifikasi. Keluhannya, di lapangan banyak terjadi guru yang senior tidak disertakan dalam proses sertifikasi sementara yang lebih yunior justru disertakan. Ini kan nasib! Masalah beratnya persyaratan, dalam hal ini pengisian portofolio, juga dikeluhkan hampir semua guru.

 

       Keluhan seperti itu ternyata juga terjadi tempat lain seperti Jakarta, Yogyakarta, Samarinda, Palu, dsb. Di daerah remote yang jauh dari sumber informasi seperti di daerah pelosok terlebih lagi. Hal ini diakui oleh pejabat dinas pendidikan Riau, NTB, Kalimantan Barat, Papua, dan sebagainya.


Full Text:

PDF
Amikom Web Archives