KAGAMA DI TANGAN SULTAN
Abstract
Sekitar sepuluh tahun silam saya diundang oleh gubernur Kalimantan Timur untuk memberikan presentasi dalam rangka pendirian Sekolah Mene-ngah Atas (SMA) unggulan sebagaimana SMA Taruna Nusantara Magelang hasil kerja sama antara Tamansiswa dengan ABRI. Waktu itu saya memang menjadi salah satu pembina SMA Taruna Nusantara Magelang.
Malam sebelum hari presentasi saya dibawa oleh beberapa orang, ter-masuk Sekretaris Daerah, untuk ngobrol santai di sebuah restoran ternama di Samarinda. Beberapa orang tersebut ternyata pengurus Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) setempat; dan saya dikira merupakan alumnus UGM. Di sini terjadi salah kira; ketika itu saya memang sudah mengajar di UGM tetapi sama sekali bukan alumnus UGM.
Terlepas dari kasus salah kira tersebut ada satu hal yang perlu dicatat; sikap kekeluargaan pengurus Kagama dengan para anggota memang telah tumbuh subur sejak lama. Sikap semacam ini tidak saja terjadi di pusat yang dalam hal ini adalah Yogyakarta akan tetapi di daerah-daerah, termasuk di Kalimantan Timur, telah tumbuh subur sejak lama.