SYARIAH DAN KESEJAHTERAAN MANUSIA (2)

Mohammad Suyanto

Abstract


Secara etimologi, syariah berarti peraturan atau ketetapan yang Allah perintahkan kepada hamba-hamba-Nya. Syariah adalah kaidah baku yang diciptakan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia. Syaria’ah merupakan sistem hukum yang didasarkan pada wahyu, atau juga disebut syara’ atau syir’ah (Qardhawi, 1990:37).

Ismail (1992) dalam mengembangkan perbankan dan keuangan Islam, memulai dari pemahaman Islam yang terdiri dari elemen dasar, yaitu Aqidah, Syariah dan Akhlaq. Aqidah menyangkut segala bentuk keyakinan dan kepercayaan kepada Allah yang menjadi pegangan setiap Muslim. Syariah berhubungan dengan segala bentuk tindakan dalam praktek yang diambil seorang Muslim dalam mewujudkan keyakinan dan kepercayaannya. Sedangkan Akhlaq mencakup seluruh aspek dari perilaku, sikap dan etika kerja seorang Muslim yang dilakukan dalam tindakan prakteknya. Aspek Syariah dapat dibagi dalam dua bidang, yaitu Ibadah dan Muamalah. Ibadah berhubungan dengan praktek seorang Muslim untuk mengabdi kepada Allah, sedangkan Muamalah berhubungan dengan hubungan antara manusia dengan manusia.

Namun demikian, aktivitas ekonomi, aktivitas politik dan aktivitas sosial merupakan bagian dari Muamalah. Sistem perbankan Islam merupakan bagian dari aktivitas ekonomi, sehingga berkait dengan prinsip syariah melalui Muamalah.

Menurut Imam Al-Ghazali, tujuan utama syariah adalah mendorong kesejahteraan manusia, yang bertujuan untuk perlindungan terhadap agama (diin) diri (nafs), akal (aql), keturunan (nasl), dan harta (maal). Apa saja yang menjamin terlindungnya lima perkara ini berarti melindungi kepentingan umum dan dikehendaki (Chapra, 2000:101).

Tugas syariah berorientasi pada terwujudnya tujuan kemanusiaan yang terdiri atas kemaslahatan primer, sekunder dan tersier (Qardhawi, 2003:77). Kemaslahatan primer artinya sesuatu yang harus ada guna terwujudnya kemaslahatan agama dan dunia. Apabila sesuatu itu hilang, kemaslahatan manusia akan sulit terwujud, bahkan akan menimbulkan kerusakan, kekacauan dan kehancuran. Di sisi lain, kebahagiaan dan kenikmatan akan lenyap dan kerugian yang nyata akan muncul. Untuk menjaga hal tersebut diperlukan dua hal. Pertama, sesuatu yang dapat menjaga dan mengukuhkan pondasi dan kaidah syariah dan merupakan aspek utama untuk menjaga keberadaan syariah. Kedua, sesuatu yang dapat mencegah pelanggaran langsung atau tidak langsung terhadap syariah dan merupakan aspek untuk menghindari kepunahan syariah.

Kemaslahatan sekunder adalah segala hal yang dibutuhkan untuk memberikan kelonggaran dan mengurangi kesulitan yang biasanya menjadi kendala dalam mencapai tujuan. Jika kemaslahatan sekunder tidak dipelihara, kendala tersebut akan menghambat pencapaian tujuan, tetapi tidak sampai menimbulkan kerusakan langsung terhadap kemaslahatan umum. Adapun kemaslahatan tersier adalah melakukan tindakan yang laik menurut adat dan menjauhi perbuatan-perbuatan aib yang ditentang oleh akal sehat  (Al-Syathibi, 1388:243). Selanjutnya Al-Syathibi menyatakan bahwa tujuan-tujuan pokok syariah terdiri dari lima komponen, pemeliharaan agama, jiwa, keturunan, harta dan akal seperti yang disampaikan Al-Ghazali. Al-Qurafi menambahkan komponen yang keenam, yaitu kehormatan yang sering disebut sebagai harga diri (Qardhawi, 1990:63).

Dasar Syariah adalah kebijaksanaan dan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Kemaslahatan ini terletak pada keadilan, kasih sayang, kesejahteraan dan kebijaksanaan yang sempurna. Apapun yang menyimpang dari keadilan menjadi penindasan, dari kasih sayang menjadi kekerasan, dari kesejahteraan menjadi kemiskinan, dan dari kebijaksanaan menjadi kebodohan adalah sama sekali tidak ada kaitannya dengan syariah (Al-Jauziyyah, 1955).

 


Amikom Web Archives