KEBIJAKAN FISKAL PADA MASA RASULULLAH S.A.W. (2)
Abstract
Kebijakan fiskal yang kedua kedua adalah kebijakan dan aksi yang dilakukan Rasulullah s.a.w. dengan mengeluarkan dana baitul maal. Kebijakan kedua tersebut meliputi penyebaran Islam, gerakan pendidikan dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pengembangan infrastruktur, pembangunan armada perang dan pembangunan dan penyediaan layanan kesejahteraan sosial.
Selama masa Rasulullah, empat perlima harta rampasan dari setiap peperangan dibagi kepada setiap mujahidin yang ikut serta dalam peperangan tersebut. Pembagian harta rampasan meningkatkan kekayaan dan pendapatan kaum muslim yang pada akhirnya meningkatkan permintaan agregat.
Porsi terbesar pengeluaran Baitul maal pada masa Rasulullah adalah untuk pembangunan infrastruktur. Disamping itu juga untuk menyediakan bantuan keuangan bagi orang-orang yang membutuhkan dan orang miskin yang tidak mampu membayar hutang dan menolong setiap orang miskin dan lemah yang datang minta pertolongan (Afzalurrahman, 1982:107). Pada masa pemerintahan Umar, ketika penerimaan Baitul maal meningkat, pembangunan infrastruktur ini mencapai tingkat yang luar biasa. Dengan pembangunan infrastruktur ini permintaan dan kapasitas produksi ekonomi negara Islam berkembang pesat. Pada akhirnya, kebijakan yang diterapkan pada masa Rasulullah s.a.w. adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar anggota masyarkatnya yang lemah atau cacat baik muslim maupun nonmuslim, yang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk dirinya sendiri (Afzalurrahman, 1982:108). Dengan demikian akan meningkatkan pertumbuhan pendapatan dan permintaan total masyarakat.
Rasulullah s.a.w. melakukan berbagai macam cara untuk mengembangkan dakwah Islam. Pada permulaan Islam, puisi sangat dihargai, maka Rasulullah s.a.w. menggunakan para penyair dan sastrawan untuk menyebarkan ajaran Islam. Di antara penyair yang membacakan puisi untuk membangkitkan semangat jihad kaum muslimin adalah Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Rawahah dan Ka’ab bin Malik. Disamping mereka juga terdapat beberapa orator yang membantu Rasulullah s.a.w. pada permulaan Islam (Ayati, 1979:545).
Rasulullah s.a.w. selama memimpin kaum muslimin, mengirim banyak sahabat ke berbagai negara untuk mengajak pemimpin serta masyarakatnya menerima Islam. Misalnya, Rasulullah s.a.w. pernah mengirim tujuh puluh pemuda Anshar untuk berdakwah pada penduduk Najd atas permintaan salah seorang dari mereka, ketika terjadi Bir Maunah (Fayyad, 1954:119-120). Demikian pula pada suatu hari di bulam Muharram tahun ke tujuh setelah hijrah, Rasulullah s.a.w. mengirim beberapa utusan yang membawa surat Rasulullah s.a.w. ke enam negara untuk mengajak pemimpin dan penduduk negara itu kepada Islam. Jumlah duta Rasulullah s.a.w. itu seluruhnya 26 orang. Mereka selalu berhasil menjalankan misi kecuali mengislamkan Kaisar Byzantium, Raja Persia beserta dua atau tiga orang (Kattani, 1975:210). Pada tahun 10 hijrah Rasulullah s.a.w. , mengirim ‘Amr bin Hazm ke Najran untuk mengajarkan Al-Qur’an dan mengumpulkan zakat. Sahabat lain yang dikirim Rasulullah s.a.w. keluar Madinah untuk mengajarkan Al-Qur’an dan memerintah berdasarkan Islam adalah Abu ‘Ubaydah bin Al-Jarrah, Rafi’ bin Malik al-Ansari, Usayd bin Hudayr dan Kalid bin Sa’id bin al-‘Asi. Petugas-petugas itu berangkat ke tempat tujuan dakwah mereka dengan biaya sendiri, terkadang dibiayai baitul maal. Pada tahun-tahun setelah hijrah berikutnya, ketika dana baitul maal semakin banyak dan perjalanan semakin jauh, biaya perjalanan serta gaji para utusan diambil dari baitul maal. Satu pengeluaran yang dibiayai baitul maal adalah perjalanan dakwah dalam rangka penyebaran ajaran Islam (Sadr, 1989).
Rasulullah s.a.w. memberi perhatian besar terhadap pengajaran dan pendidikan bagi setiap muslim dan memanfaatkan setiap sumberdaya untuk membuat mereka dapat membaca dan menulis. Rasulullah s.a.w. bersabda : Niscaya andaikata engkau berangkat kemudian engkau belajar satu bab dari ilmu pengetahuan, maka hal itu adalah lebih baik daripada sholat seratus raka’at (Hadis riwayat Ibnu Abdibarr).
Rasulullah s.a.w. memerintahkan Zayd bin Tsabit, yang telah diajarkan membaca dan menulis oleh tawanan perang Badar, untuk mempelajari tulisan Yahudi. Rasulullah s.a.w. juga menyatakan kepada sepuluh tawanan perang Badar bahwa jika mereka mengajar sepuluh orang pemuda Anshar membaca dan menulis, mereka akan dibebaskan. Dengan cara ini jumlah sahabat yang dapat membaca dan menulis meningkat dari masa sebelum kenabian jumlah suku Qurays yang dapat membaca dan menulis hanya 17 orang menjadi 42 orang. Demikian pula di Madinah, jumlah yang dapat membaca dan menulis hanya sedikit, kecuali bangsa Yahudi (Sadr, 1989). Menurut Al-Wakidi hanya sebelas orang.
Gerakan membaca dan menulis di Madinah menyebar luas sehingga tempat tersebut dikenal dengan nama Darul Qurra (rumah para penulis). Ini tet dengan kembalinya Abdullah bin Maktum ke Madinah dari perang Badar bersama dengan Mus’ab bin Umair yang menetap selama sekitar tiga bulan di Darul Qurra (Kattani, 1975:40). Al-Wakidi juga menyebutkan bahwa ada tempat khusus di sudut kota Madinah yang digunakan untuk sholat dan belajar (Al-Baladhuri, 1966:382-384). Dana yang digunakan untuk proses belajar dan membangun tempat untuk belajar diambilkan dari dana baitul maal (Sadr, 1989).
Rasulullah s.a.w. sangat menganjurkan untuk menuntut ilmu, seperti sabda Rasulullah :“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu pengetahuan, maka dengan sebab yang dilakukannya itu Allah akan menempuhkan suatu jalan untuknya guna menuju ke surga”. (Hadis riwayat Muslim).
Demikian pula sabda Rasulullah s.a.w. :“Menuntut ilmu pengetahuan adalah wajib atas setiap orang muslim” (Hadis riwayat Ibnu Abdilbarr).