Menjadi Pemimpin Besar

Mohammad Suyanto

Abstract


Pemimpin besar dan peraih prestasi yang gemilang percaya bahwa dirinya sendirilah yang menciptakan dunianya. Kejadian baik atau buruk merekalah yang menciptakannya. “Saya yang bertanggungjawab dengan kejadian ini” kata mereka. Tetapi kalau Anda berpikir sebaliknya bahwa segala sesuatu yang terjadi karena korban keadaan, maka Anda menempatkan diri Anda sebagai objek bukan subjek. Maka yang terjadi Anda akan menderita dan tidak berpikir, dibalik kegagalan itu masih ada peluang.


Bertanggungjawab merupakan ukuran kematangan seorang pemimpin. Bertanggungjawab akan menimbulkan kepercayaan anak buah kepada pemimpinnya yang dapat menimbulkan sinergi yang luar biasa. John F. Kennedy merupakan salah satu pemimpin yang semacam ini. Ketika terjadi insiden Bay of Pigs, yaitu kejahatan yang seharusnya tidak pernah terjadi, ia menyatakan kepada rakyat Amerika bahwa insiden tersebut adalah dibawah tanggung jawabnya. Ketika itu diucapkan kepada rakyatnya, maka Kennedy berubah dari politikus menjadi pemimpin sejati. Kennedy melakukan apa yang harus dilakukan setiap pemimpin besar. “Mereka yang bertanggungjawab itulah yang berkuasa dan mereka yang menghindari tanggungjawab itulah yang tidak berdaya “ kata Anthony Robbins.

Pengalaman saya sebagai pemimpin kecil di salah satu perusahaan saya yang kecil juga mengajarkan bahwa dengan bertanggungjawab justru dapat menyelesaikan masalah. Ketika salah satu lembaga kecil yang saya pimpin, para siswanya mengadakan demonstrasi agar saya memecat tiga karyawan saya yang bertindak arogan kepada mereka, maka saya katakan kepada siswa yang demonstrasi tersebut. Pertama, saya mengucapkan terima kasih karena para siswa peduli dengan lembaga ini dan berkeinginan agar lembaga ini menjadi lebih baik dalam pelayanan. Kedua, saya menyatakan bertanggungjawab atas karyawan saya. Bila para siswa memang menghendaki untuk dipecat maka sebelum dipecat, saya siap untuk dipecat lebih dahulu. Kemudian para siswa tersebut menyatakan bahwa yang diinginkan bukan saya, tetapi tiga karyawan tersebut.

“Untuk memecat karyawan bagi saya sebagai pimpinan mudah saja, tinggal membuatkan SK PHK, tetapi ketiga karyawan tersebut merupakan sumber pendapatan dari keluarganya. Jika saya pecat, bagaimana istrinya, anaknya dan bagaimana mereka menghidupi keluarganya. Apalagi saat ini dalam situasi krisis untuk mendapatkan pekerjaan yang baru mereka pasti kesulitan” jawab saya. Ternyata jawaban saya tersebut menyentuh hati para siswa tersebut, kemudian mereka berkata “Baiklah Pak Yanto, kalau begitu paling tidak karyawan tersebut diberi peringatan keras, agar tidak arogan lagi”. “Saya akan berusaha memberikan peringatan keras dan mendidiknya” jawab saya. Akhirnya persoalan tersebut dapat selesai dengan damai dan para siswa tersebut memohon maaf kepada saya. Saya juga memaafkan mereka.

Amikom Web Archives