MODALNYA BARANG MILIK ORANG LAIN
Abstract
Demikian juga yang dilakukan Eti Rahmawati dari Kawulu Tasikmalaya. Ia memulai bisnis dari barang titipan berupa setengah karung kerudung milik morang lain senilai Rp.500.000,-. Untuk menjual kerudung tersebut, ia harus menuju pasar Tanah Abang Jakarta dua kali seminggu. Untuk menghemat biaya, ia terpaksa harus tidur di mushalla dan emper-emper toko di Tanah Abang, atau kadangkala tidak tidur sama sekali untuk menunggu pagi. Kesulitan yang ia hadapi belum cukup, karena ia masih harus menerima cibiran dan gunjingan orang-orang sekampungnya. Eti digunjingkan karena satu-satunya wanita yang ikut rombongan laki-laki yang berjualan di Tanah Abang. Ketabahan dan kerja keras akhirnya menuai hasil. Modal awal barang dagangan milik orang lain itu telah berkembang menjadi Rp.200 juta dalam dua tahun. Sekarang dagangannya sudah bukan lagi setengah karung, tetapi kodian yang bukan titipan orang lain tetapi dagangan miliknya sendiri. Bukan hanya kerudung tetapi sudah melebar ke setelan kebaya, mukena, baju koko, organdi dan sebagainya. Sekitar 400 perajin di kampungnya terlibat. Kiat lain yang ia lakukan sehingga modalnya berkembang pesat adalah hidup sederhana. Ia berusaha menabung meskipun mendapat untung kecil. Justru tidak dibantu oleh bank, usaha menjadi lebih kokoh. Terbukti pada saat terjadi krisis ekonomi pada 1998 ia tetap bertahan, tetapi kawan-kawannya banyak yang bangkrut. Kepercayaan yang diberikan pelanggannya betul-betul dijaga dan ia membangun hubungan secara kekeluargaan. Pelanggan baru maupun pelanggan lama diperlakukan sama. Dengan cara demikian Eti sebagai pengusaha bordir di Tanah Abang yang paling banyak dicari-cari pelanggannya. Pelanggan Eti tidak saja tersebar di hampir seluruh daerah di Indonesia, tetapi sudah sampai di Brunei, Malaysia, Singapura, Timur Tengah dan negara lainnya. Mahasiswa saya dan Ibu Eti Rahmawati memulai bisnis dengsn modal barang titipan milik orang lain.