MODALNYA BARANG MILIK ORANG LAIN

Mohammad Suyanto

Abstract


Anda dapat memulai bisnis dengan modal menggunakan barang milik orang lain yang ditiptipkan orang lain kepada Anda untuk  dijual. Ketika saya mengajar mata kuliah Lingkungan Bisnis di Program Magister Manajemen STIE ABI Surabaya, saya menjelaskan tentang cara mencari peluang bisnis dan cara memulai bisnis tanpa uang tunai. “Saya memulai bisnis tanpa uang tunai Pak Yanto” kata salah satu mahasiswa. “Cara Anda memulai tersebut bagaimana?” tanya saya. “Pertama saya dititipi kawan saya barang-barang dagangan berupa besi baja untuk isi atau tulang kalau mau membuat fondasi bangunan. Karena saya sulit menjualnya pada harga standar dan saya belum tahu pasar, maka akhirnya barang titipan milik kawan saya tersebut saya jual dengan harga lebih rendah dari pada harga pasar. Saya memang rugi, tetapi saya mendapat uang tunai. Dari uang tunai tersebut saya membeli barang lain yang keuntungannya cukup tinggi. Dari hasil penjualan barang lain inilah yang saya gunakan untuk membayar barang titipan kawan saya tebut” jawab mahasiswa tersebut.

Demikian juga yang dilakukan Eti Rahmawati dari Kawulu Tasikmalaya.  Ia memulai bisnis dari barang titipan berupa setengah karung kerudung milik morang lain senilai Rp.500.000,-. Untuk menjual kerudung tersebut, ia harus menuju pasar Tanah Abang Jakarta dua kali seminggu. Untuk menghemat biaya, ia terpaksa harus tidur di mushalla dan emper-emper toko di Tanah Abang, atau kadangkala tidak tidur sama sekali untuk menunggu pagi. Kesulitan yang ia hadapi belum cukup, karena ia masih harus menerima cibiran dan gunjingan orang-orang sekampungnya. Eti digunjingkan karena satu-satunya wanita yang ikut rombongan laki-laki yang berjualan di Tanah Abang.  Ketabahan dan kerja keras akhirnya menuai hasil. Modal awal barang dagangan milik orang lain itu telah berkembang menjadi Rp.200 juta dalam dua tahun. Sekarang dagangannya sudah bukan lagi setengah karung, tetapi kodian yang bukan titipan orang lain tetapi dagangan miliknya sendiri. Bukan hanya kerudung tetapi sudah melebar ke setelan kebaya, mukena, baju koko, organdi dan sebagainya. Sekitar 400 perajin di kampungnya terlibat.   Kiat lain yang ia lakukan  sehingga modalnya berkembang pesat adalah hidup sederhana. Ia berusaha menabung meskipun mendapat untung kecil. Justru tidak dibantu oleh bank, usaha menjadi lebih kokoh. Terbukti pada saat terjadi krisis ekonomi pada 1998 ia tetap bertahan, tetapi kawan-kawannya banyak yang bangkrut. Kepercayaan yang diberikan pelanggannya betul-betul dijaga dan ia membangun hubungan secara kekeluargaan. Pelanggan baru maupun pelanggan lama diperlakukan sama. Dengan cara demikian Eti sebagai pengusaha bordir di Tanah Abang yang paling banyak dicari-cari pelanggannya. Pelanggan Eti tidak saja tersebar di hampir seluruh daerah di Indonesia, tetapi sudah sampai di Brunei, Malaysia, Singapura, Timur Tengah dan negara lainnya.  Mahasiswa saya dan Ibu Eti Rahmawati memulai bisnis dengsn modal barang titipan milik orang lain.


Amikom Web Archives